Posted in #30HariMenulisSuratCinta

#30HariMenulisSuratCinta

Surat terakhir di #30HariMenulisSuratCinta tahun ini, aku buat untuk Bosse, Kangposku, dan Kangpos lainnya.

Bentar, aku mau merenung dulu [merenungi #30HariMenulisSuratCinta yang begitu cepat berlalu]. Sedih, pengin nangis, apalagi besok gak bisa ikutan gathering. Huhu.

Bosse, doain, ya, tahun depan aku bisa ikutan gathering. Pengin ngerasain keseruannya, karena jujur, aku gak pernah mau ngumpul sama orang yang gak aku kenal sebelumnya.

Tapi gak tau kenapa, aku pengin banget ikutan gathering. Soalnya, aku jadi ngerasa saling kenal dengan sesama penulis surat.

Sayangnya, aku gak bisa ikut, tapi mau datang, tapi gak mungkin. Ah, sedih lagi deh jadinya [nangis sambil melukin Ayang—kenalin Bosse, Ayang ini kucing aku].

Kangposku, makasih, ya, udah bersedia nganterin suratku dan surat-surat akun ‘P-S’ lainnya, dengan setulus hati.

Iya ‘kan Kangpos? Tulus ‘kan nganterinnya? Iyalah, kalo gak tulus mana mungkin mau capek-capek nge-gowes! [nanya, tapi jawab sendiri].

Makasih juga buat Kangpos lainnya. Walaupun aku gak ngikutin kalian semua, tapi kalian hebat!

Mau luangin waktu, buat nyampein rasa cinta kita ke apa pun yang kita sayang. Luar biasa!

Meskipun mungkin, tahun depan Kangposku ganti, tapi aku gak akan lupain Kangposku tahun ini yang udah setia selama 30 hari nganterin surat aku.

Makasih lagi, yaaa, Kangposku.

Kalian perlu tau, kalo #30HariMenulisSuratCinta, udah bikin kita secara otomatis nyebarin rasa ini setiap hari.

Jadi, lupa atau bahkan emang udah gak ada waktu lagi buat ngisi hari-hari dengan keluh pun benci—yang gak ada gunanya.

Buat Bosse, Kangposku, dan Kangpos lainnya, semoga kasih sayang selalu memeluk kalian, ya.

Semoga kebaikan semesta selalu mengelilingi kalian. Semoga kita bisa ketemu tahun depan.

Iya, tahun depan!

Aku mau ikutan #30HariMenulisSuratCinta lagi tahun depan, dan insya Allah, punya kesempatan buat ikutan gatheringnya juga! Aamiin.

Salam sayang dari aku untuk kalian semua, selamat bersenang-senang di gathering besok, yaaa.

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKetigapuluh

Posted in #30HariMenulisSuratCinta

Teruntuk Nenek

Sebelum #30HariMenulisSuratCinta tahun ini benar-benar usai, aku ingin menulis surat untuk seorang wanita tangguh.

Tak peduli dengan segala kurangnya, ia tetap tak bisa untuk kuabaikan. Bukan karena takut durhaka, aku menyayanginya begitu saja, tanpa berpura-pura.

Meski aku tahu, nenek tak mungkin bisa membaca surat ini, aku yakin semesta akan berbisik tepat di telinganya, tentang apa yang tulus kutulis.

Nek, kau pasti tahu jika hanya kamu yang kukenal sebagai orang tua dari orang tuaku.

Sebab, aku tak pernah sempat bertemu dengan Kakek, Oma, dan Opa.

Nek, aku juga tahu, kau tak mungkin bisa menemukan tulisanku ini sendirian. Sebab, menerima telepon pun kau gugup.

Wajar, usiamu sudah lewat dari 80 tahun. Itu mengapa aku bersyukur, kau masih sehat, bahkan jauh lebih kuat dariku–dalam urusan berjalan jauh.

Nek, aku bahagia, karena setiap hari dapat bertemu denganmu, mendengarkan celotehanmu, menjawab pertanyaan serupa yang kau tanyakan berulang kali dalam sehari.

Aku juga bahagia bisa membantumu mengambil handuk jika ingin mandi, memasangkan kipas angin saat gerah karena berkeliling perumahan di siang hari.

Tak apa. Sebab, itu yang membuatmu nyaman; berjalan tiap kau mau.

Nek, aku juga bahagia tiap kali bisa membantumu, sekecil apa pun itu.

Menyemprot area tidurmu, agar nyamuk tak lagi mengecup tubuh. Mencarikan alas kaki, bila kau lupa membawanya sebelum keluar rumah.

Termasuk menyiapkan makan untuk kau santap pagi, siang, dan malam, di meja yang sama.

Nek, aku bahagia kala kau minta aku untuk menguncir rambutmu yang sudah (hampir) memutih sepenuhnya.

Saat kau minta aku untuk memotongkan kukumu yang mulai panjang, dan segala hal yang tak lagi bisa kau lakukan sendiri.

Jangan pernah sungkan untuk memintaku membantumu, Nek.

Sebab, kau telah merawat wanita tercintaan—mama—sedemikian rupa.

Nek, tak jarang kau membuatku tertawa, karena gurauanmu. Aku lihat wajahmu yang tak lagi muda itu tersenyum.

Nek, segala yang kau titip padaku, tak pernah kuabaikan, meski tidak semua bisa kuterapkan dalam hidup.

Namun, itu bukan berarti aku tak menghargaimu, karena tidak ada alasan yang dapat kupakai untuk tak sayang padamu.

Meski kita baru dekat sejak aku beranjak dewasa, ‘ku tak pernah ingin melukai hatimu dengan sengaja.

Nek, mengadulah padaku, tentang apa pun yang membebani hatimu.

Aku akan berusaha memilih bahasa yang jauh lebih sejuk, untuk kupakai, kala meneruskan cerita itu pada anak-anakmu. Om dan tanteku.

Nek, aku senang, karena sampai sekarang, kau banyak minum air putih.

Kau masih makan dengan lahap. Gigimu masih utuh. Kakimu masih kuat berjalan, meski kadang, kepalamu tak bisa menolak datangnya pening.

Nek, sehat selalu, ya.

Aku tak mungkin kuat membacakan surat ini langsung di hadapanmu. Membuatnya saja ‘ku menangis.

Nek, aku sayang, Nenek. Sangat menyayangi, Nenek.

Jangan pernah bersedih. Ini saatnya kau menikmati harimu dengan bahagia.

Aku akan menemanimu tertawa, sampai gigi kita mengering bersama.

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKeduapuluhsembilan

Posted in #30HariMenulisSuratCinta

Kenalkan Aku pada, Ve

Hai, Icha, salam kenal dari aku yang akhirnya memilih suratmu, untuk kubalas, setelah beberapa hari mencari mana yang tepat dan menyentuh hatiku dengan lekat.

Izinkan aku memanggilmu, ‘Cha’, dan anggap saja kita dipertemukan (lagi) lewat surat ini, seolah sebelumnya, sudah saling kenal.

Cha, aku menyukai caramu bercerita di surat itu. Caramu menggambarkan, Ve, tepatnya.

Ia nampak jelas di kepalaku. Bagaimana caranya berdiri, berjalan, hingga bertahan dalam diam.

Sekalipun saat berbagai penolakan sangat ingin ia lakukan, tetapi tidak bisa; karena ia terkunci dalam ruang bernama trauma.

Cha, maukah kau mengajakku untuk bertemu dengan, Ve?

Di mana kita bisa bertatap muka dengannya?

Aku ingin menjabat tangannya, sembari memperkenalkan diri. Aku ingin telinganya bercerita pada isi kepalanya, tentang aku yang ia kenal sebagai orang baru.

Aku yang tak akan memandangnya sebelah mata, tak akan menghakimi hidupnya.

Aku bahkan ingin membantumu, Cha, untuk mengeluarkan, Ve, dari trauma yang sekian lama memenjarakannya.

Jika waktu merestui pertemuan kita, aku tak akan memaksa, Ve, untuk menerima pelukanku.

Namun, aku ingin meyakinkannya, bahwa kebebasan itu nyata.

Maukah kau genggam salah satu tangannya, dan aku ‘kan menggenggam sebelah tangan lainnya.

Kita sama-sama berjalan di sampingnya, mengajak Ve, melihat betapa indahnya dunia ini.

Menyadarkan Ve, bahwa hitam tak selamanya pekat. Tuhan punya cahaya yang tak pernah Ia batasi jumlahnya untuk kita.

Aku yakin, kau dan aku bisa menuntun, Ve, hingga ia dapat bertatap muka dengan seberkas cahaya yang lama tak ia jumpai.

Cha, aku ingin meyakini, Ve, bahwa masa lalu bukan penentu masa depan.

Aku yang jauh dari sempurna di masa lalu, tak ingin menikmati bangkit sendirian. Aku ingin, Ve, pun bisa menikmatinya.

Aku ingin, Ve, berhenti berpikir, jika dikuatkan sesama akan membuatnya terlihat lemah.

Aku ingin ia sadar, jika mendapat pelukan hangat nan tulus adalah kebahagiaan tak terhingga.

Aku ingin ia tahu, bagaimana cara sebuah peluk bekerja nyata.

Ve, kau perlu tahu, jika masa laluku tak secerah mentari pagi. Kisah kita tak sama, tapi bisa kupastikan, jika gelapnya serupa.

Aku sempat terkurung dalam air mata yang tak berujung. Di mana saat itu yang aku inginkan hanya pulang ke pangkuan Tuhan.

Sampai suatu hari, aku sadar, dunia menyimpan begitu banyak kebaikan di tengah kekejaman yang semakin menonjol.

Kita perlu mencari untuk kemudian dapat menemukan kebaikan-kebaikan itu, Ve.

Ve, maukah kau izinkan aku dan Icha, menciptakan sebuah kebaikan sederhana?

Kami ingin membuat orang baik sepertimu pun merasakan kebaikan nyata.

Aku dan Icha, ingin memberikan pelukan terhangat untukmu.

Cha, kau benar, semesta tak pernah istirahat. Ia selalu bekerja sebagaimana mestinya, dan kau, Ve, tak perlu mengutuk diri seumur hidup.

Apa kau tak rindu dengan rasa lepas saat dapat bebas berteriak?

Kita akan melipir ke pantai, menyapa ombak yang mengecup pesisir malu-malu.

Kita akan mencari sudut yang paling tenang, agar dapat mendengar bagaimana semesta berbisik.

Kau bisa mengadu sesukamu, Ve. Kau bisa menangis sepuasmu.

Setelah itu? Aku dan Icha, mau sabit di wajahmu hadir tanpa kepura-puraan (lagi).

Aku dan Icha, ingin kau menikmati hidupmu. Kami ada di luar pintu penjara itu, menjemput kebebasanmu dari trauma panjang yang akhirnya berkesudahan.

Kau tahu, Ve? Kami punya hadiah yang tak akan pernah habis untukmu.

Peluk yang tak pernah benar-benar sebuah, sebab jumlah sebenarnya tak pernah terhingga.

Cha, terima kasih, karena kau telah menulis tentang, Ve. Harapku, kelak kita benar-benar dapat bertemu, dan bertukar peluk serta bahagia.

Salam hangat,

Syanu.

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKeduapuluhdelapan
#ILoveYourLoveLetter
#KenalkanAkuPadaVe

Posted in #30HariMenulisSuratCinta

Cara Pandang yang (Telanjur) Seragam

Surat kali ini kutujukan kepada perempuan yang merasa matang dalam usia, tetapi tak kunjung menikah.

Puan, seberapa bersahabatnya telinga kalian dengan pertanyaan, ‘Kapan nikah?’, dan kalimat serupa lainnya?

Bolehkah aku tahu, bagaimana cara kalian menanggapi pertanyaan yang itu-itu saja?

Aku adalah perempuan, sama seperti kalian, usiaku belum genap 22 tahun, dan sedang sendiri.

Kalian pernah melewati masa di mana merasa sendiri begitu menyenangkan?

Atau paling tidak, kalian bisa menikmati kesendirian itu tanpa keluhan-keluhan berarti?

Aku sedang merasakannya.

Puan, maukah kalian menikah atas dasar keterpaksaan?

Sudikah kalian menikah dengan ia yang bukan jodoh, atau haruskah kalian memaksakan pernikahan, hanya karena persepsi banyak orang tentang usia kalian?

Jika kalian menanyakan hal itu padaku, aku ‘kan menjawab, ‘Tidak’, dengan lantang, tanpa ragu sedikit pun.

Sebab, Puan, pernikahan bukan perihal berapa usia kita. Jika menua belum tentu dewasa, lantas mengapa kalian harus takut dengan status ‘belum menikah’?

Begini, Puan, kau tak akan pernah bisa menggadaikan usia, sebagai jaminan untuk mendapatkan pernikahan yang bahagia.

Sebab, tak selamanya pasangan yang menikah muda akan gagal.

Begitu juga mereka yang menyatu di usia ‘matang’, tak punya jaminan untuk selamanya baik-baik saja.

Ada pasangan muda yang bahagia bersama hingga tua, ada juga yang memilih berhenti setelah mencoba bertahan.

Ada pasangan ‘matang’ yang baru memulai dan gagal, ada juga yang begitu bahagia dalam saling, meski isi dunia memanggil mereka manula.

Puan, aku seorang bungsu, tak ada tekanan dari keluargaku tentang kapan aku ‘harus’ menikah.

Aku juga selalu bilang pada kedua orang tuaku, jika aku, akan menikah sekian tahun lagi.

Namun, aku juga tak ingin arogan perihal jodoh, jika Tuhan kirim lebih cepat dari perkiraanku, aku berupaya siap.

Namun, jika ternyata ada keterlambatan waktu? Aku legawa.

Puan, berapa dari kalian yang menikah setelah adik lebih dulu mengenakan cincin di jari manis sebelah kanannya?

Atau, berapa dari kalian yang mulai gusar, meski adik kalian baru memohon izin untuk segera halal bersama pasangannya?

Aku yakin, banyak.

Ada yang gusar karena sudah ingin menikah, tetapi belum dipertemukan dengan jodohnya.

Ada pula yang gusar, karena terlalu lelah dengan cara pandang yang seragam, ‘menikah harus sesuai urutan’.

Puan, tak bisa kita pungkiri, bahwa kita tumbuh di tengah mereka yang cara pandangnya seragam.

Mereka memandang wanita dengan usia matang dan belum menikah adalah sebuah kesalahan.

Tanpa mereka sadar, bahwa mereka telah mencoba membatasi ruang gerak orang lain.

Jangan khawatir, Puan. Jangan memaksakan pernikahan, hanya karena telingamu bosan mendengar omongan-omongan senada.

Kelak, jika kau menikah dan gagal, mereka yang banyak bicara itu tak akan ikut bertanggung jawab.

Kegagalanmu, mereka anggap (lagi-lagi) sebagai kesalahan pribadi.

Sampai sapi berhenti makan rumput, akan selalu ada manusia dengan pemikiran seperti ini.

Apa kita masih mau menambah beban dengan memikirkan bisikan-bisikan yang seragam dan menyakitkan?

Puan, menikahlah jika kalian mau dan siap, bukan karena harus.

Aku yakin, banyak dari kalian yang jauh lebih dewasa perihal usia dan mengalami fase hampir gila, kemudian benar-benar ‘gila’, lalu pasrah soal pernikahan.

Mengapa? Lagi-lagi, karena pikiran-pikiran yang terbentuk tanpa sengaja. Bahwa kalian sudah harus menikah, hanya karena usia.

Aku juga ingin pesan kepada para orang tua pun manusia yang mengelilingi perempuan ‘matang’ yang belum menikah.

Bisakah kalian berhenti memaksa untuk mereka segera mengubah status?

Atau bisakah kalian berhenti mengucapkan kata yang entah disengaja pun tidak, hanya demi menyudutkan mereka?

Pernikahan bukan film yang dengan mudah bisa segera tayang setelah dapat layar.

Tahukah kalian jika beberapa perempuan sudah sangat ingin menikah, tanpa perlu kalian paksa?

Atau sadarkah kalian, bahwa mereka tak pernah berhenti berjalan untuk dapat bertemu jodohnya?

Lantas, mengapa kalian menyamar bak angkutan umum yang memaksa mengantarkan mereka melewati jalan yang tak mereka mau?

Lalu, meminta mereka turun di tempat yang bukan mereka tuju?

Tolong hentikan!

Sebab, jiwa yang tumbuh dalam sebuah paksaan, tak pernah lagi bisa menemukan tawa yang lepas.

Terakhir, Puan, jangan pernah menangis lagi karena hal ini, kalian terlalu cantik untuk berair mata.

Jangan juga depresi karena hal ini. Sebab, jalan hidup tak seketika berhenti, hanya karena kalian masih sendiri.

Setiap perempuan itu cantik. Semoga demikian pula dengan hatinya.

Jangan gusar, Tuhan Maha Tahu, kapan kau akan sampai pada hari di mana kau yakin untuk mengikat janji suci.

Kalian sudah sampai di akhir surat, maukah kalian membagi senyum manis itu untukku?

Berhenti cemas, tetap semangat dan bahagia.

Teruntuk semua perempuan yang mengalami hal ini, dari perempuan yang kerap kali merasa keseragaman cara pandang sudah menyebabkan kecemasan yang tak masuk akal.

Puan, aku menyayangi kalian.

Jangan pernah bunuh kebahagiaan kalian, demi memenuhi kebahagiaan orang lain.

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKeduapuluhtujuh

Posted in #30HariMenulisSuratCinta

Niatku Bukan Membunuh, Tuhan Tahu Itu

Kepada hati yang pernah atau bahkan sedang merasa kupatahkan. Semoga kalian dapat percaya, bahwa aku tak pernah berniat ‘membunuh’, sedikit pun.

Aku, tak pernah minta untuk dimengerti sempurna. Sebab, terkadang, aku pun masih belajar untuk mengerti diri sendiri.

Namun, tidakkah kalian tahu, jika aku hanya memiliki satu hati, dan tak pernah ingin kubagi-bagi?

Semoga kalian mengerti.

Meskipun pengertian, tetap tak dapat menghindarkan diri dari patah hati.

Begitu pun denganku yang tak mungkin terbebas dari perih.

Kalian perlu tahu, tak selamanya aku berdiri tegak dengan dagu yang (terkesan) mendongak.

Sebab, ada kalanya aku terduduk, merenungi hidup.

Jika kalian pikir, aku tak dapat membaca, bahwa langit gelap tak selamanya pertanda hujan datang. Kalian keliru.

Aku tahu, mana orang yang mendekatiku sebagai pemeluk, dan mana yang berusaha membuka serta menempati hati; selamanya.

Maka kalian juga perlu tahu, jika menerima sebuah hati untuk memasangkannya dengan hatiku, itu tak mudah.

Meski aku termasuk perempuan yang mudah jatuh cinta.

Membingungkan? Sangat. Aku pun kerap bingung dengan mauku sendiri.

Kadang, aku merasa bahwa diriku begitu dicintai, tapi pada waktu yang sama, aku bertanya, mengapa diriku begitu tega mematikan hati yang sedang bahagia tumbuh dalam rasa cinta.

Lagi-lagi, ada kekeliruan. Kali ini datangnya dari diriku sendiri.

Jelas-jelas, aku sama sekali tak ada niat mematikan, karena pada akhirnya, kalian ‘kan sadar, jika lepas dariku adalah cara menuju bahagia di masa nanti.

Walaupun ada di antara kalian yang menganggapku berbohong, dan hanya memilih kata-kata manis, agar tidak terkesan kejam.

Sebagian bilang, aku mengada-ada.

Lagi-lagi, kalian keliru.

Mendekatlah padaku, biar kuperlihatkan bagaimana mereka yang dulu ada di posisi kalian, telah sampai pada bahagia yang sebenarnya.

Kalian ingin tanya, bagaimana mereka bisa sampai di sana? Saling bertukar tawa, melengkapi segala kurang?

Biar kujawab dengan senyum.

“Aku selalu menekankan, jika aku tak pernah ingin membunuh hati yang datang untuk tulus mencintai, sekalipun lewat niat.”

“Aku tak pernah sengaja ingin mematikan harapan yang coba kalian tanam.”

“Aku, bahkan ingin menemani kalian membangun harapan itu menjadi nyata, kalau saja aku bisa.”

“Namun, nyatanya aku tak bisa, karena aku juga punya harapan yang ingin kujadikan nyata, bersama hati yang tepat, nanti.”

“Maka aku memilih untuk berkata apa adanya. Jika kalian cinta padaku, bukan berarti aku harus berbalik cinta.”

“Kelak, kalian akan sadar, jika lepas dariku adalah awal dari perjalanan menemukan kebahagiaan yang sebenarnya; mencintai orang yang juga mencintai kalian.”

Hanya satu doaku.

Tuhan pun tahu, bahwa aku tak ingin menyakiti hati mana pun.

Semoga kalian mengerti.

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKeduapuluhEnam

Posted in #30HariMenulisSuratCinta

Ibu di Rumah Nomor 15

Seorang ibu dari tiga anak yang kerap kupanggil, Emak. Wanita yang semakin meyakinkanku, bahwa siapa pun dapat mengubah masa lalu, selama tak menyia-nyiakan waktu.

Sebagaimana aku melihatnya. Perlahan, ia terus berbenah diri, tanpa merasa paling suci sendiri.

Entah sejak kapan aku mulai memanggilnya, Emak.

Mak, aku bersyukur karena, Mak, bisa menerapi, lebih bersyukurnya lagi karena kita tetangga dekat.

Rumahku nomor 17, dan Mak, di nomor 15.

Mak, kau tahu benar bahwa aku adalah anak perempuan yang telanjur berkawan dengan asam lambung. Terlebih ketika PMS tiba, rasanya menjadi luar biasa.

Itu pula penyebab, mengapa aku kerap mengetuk pintu rumahmu, meminta tolong untuk kau terapi. Setidaknya, satu bulan sekali.

Mak, tidak bosankah kau menolongku yang keluhannya itu-itu saja?

Aku harap tidak.

Nyeri PMS, tak pernah kumanjakan dengan mengonsumsi obat pereda macam apa pun.

Aku tahu, aku hanya butuh istirahat dan diterapi sama, Emak.

Setelah itu, nyeriku mereda. Aliran darahku pun kembali lancar.

Begitu juga saat maag kambuh, perihnya bukan main, dan lagi-lagi, aku hanya butuh terapi.

Aku yakin, ini bukan ketergantungan, melainkan cara membuat peredaran darahku lancar.

Aku bertanya padamu tentang tiap-tiap titik yang menimbulkan rasa sakit ketika terapi berlangsung.

Biasanya, itu titik yang berhubungan dengan mata, kening, kepala, perut, dan lain-lain.

Mak, kau masih ingat beberapa hari lalu? Saat aku tak dapat terhindar dari panik, karena perutku sakit luar biasa, dari ulu hati sampai di bawah pusar?

Aku merasa angin berputar di dalam perut, dan tak bisa menemukan jalan keluar.

Iya, aku tak bisa buang angin sama sekali.

Namun, setelah kau terapi, alhamdulillah, sakit itu selesai. Napasku kembali lancar, dan tak lagi sesak.

Mak, bukan hanya aku, kau juga kerap membuat ibuku yang sedang tidak enak badan, pulih kembali.

Kau selalu siap untuk dimintai tolong, pengecualian hanya terjadi saat dirimu sendiri sedang kurang sehat, dan kami mengerti itu.

Aku tak lagi merasa canggung denganmu.

Sepanjang terapi, kita kerap bergurau atau sekadar cerita, apa pun yang bisa kita bicarakan.

Aku hanya terdiam, saat sakitku sudah terlalu menjadi.

Mak, semoga kebaikanmu ini membuatmu dikelilingi kebaikan semesta.

Semoga kau sehat selalu. Bahagiamu berkecukupan.

Semoga kita terus dapat berbagi tawa, dengan aura positif yang senantiasa mengelilingi jiwa.

Terima kasih, karena selalu bersedia menolongku, dengan restu Tuhan, kau membantu untuk meredakan sakitku.

Aku yang jatuh cinta pada asam, membuat persahabatanku dengan maag terus melekat.

Aku tahu, aku nakal, tapi mau bagaimana lagi, Mak?

Segala makanan dan minuman asam itu enak. Sungguh.

Meski aku sadar, sakit yang bisa kambuh kapan saja itu sama sekali tidak enak.

Mak, doa-doa baik, kuterbangkan, agar segala semoga yang aku urai di atas, dapat menjadi nyata, dan kau tak perlu peduli dengan mulut-mulut berlidah tajam.

Mereka tak berhak menilai kehidupanmu.

Mak, jangan pernah menangis lagi kala hatimu sakit karena perkataan orang sembarang.

Mereka terlalu murahan untuk kau beri air mata.

Mak, semoga kau, ketiga anakmu, dan suamimu, dapat terus bersama dalam keadaan apa pun.

Senantiasa bersyukur, atas apa-apa yang Tuhan beri, berdasarkan prioritas kebutuhan, bukan keinginan.

Mak, terima kasih. Terima kasih. Terima kasih.

Jangan canggung meminta bantuanku, selama kumampu, pasti akan kubantu.

Kalaupun sulit, akan selalu kuusahakan.

Seperti aku yang tak lagi canggung memintamu datang dan mulai menerapi tubuhku yang merengek hampir setiap bulan.

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKeduapuluhLima

Posted in #30HariMenulisSuratCinta

Tak Mudah, tapi Aku Yakin Kau Bisa

Mengenai pedih, aku baru tahu kau dapat tinggal pada tubuh seseorang, hingga dia kehilangan hal paling sederhana, tapi begitu dibutuhkan; tidur nyenyak lebih dari dua jam, tanpa bantuan obat sebagai penjemput kantuk.

Mengenai luka, aku baru sadar begitu lihainya engkau mencipta bekas, lewat goresan di sana dan sini. Seolah tak ingin pulih dan menyelam lebih dalam lagi.

Hai kamu, mengapa kerap menyimpan sesak dan tak jarang menyembunyikan tangis yang sebenarnya ingin kau pecahkan?

Apa karena kau lebih ingin merasa kuat? Padahal, perasaan yang berusaha kau cipta itu hanya berhasil membuatmu mampu melalui hari tanpa kantuk. Tidak lebih.

Dulu, jauh sebelum ini, aku pernah mengalami apa yang kini kau alami.

Hidup dengan rasa bersalah yang begitu luar biasa, hanya penyebabnya yang berbeda.

Dari ceritamu semalam, aku tak berani banyak bicara, meski akhirnya panjang lebar suara.

Semua karena aku ingin meyakinkanmu, bahwa keputusan setahun lalu adalah yang terbaik.

Begitu pun bila keputusan yang lalu itu kau ubah, tak ada jaminan orang terkasihmu kembali hidup bahagia.

Sebab, kepastian merupakan salah satu hal yang langka dalam kehidupan. Kita sama-sama paham ini.

Kau tahu? Aku ingin sekali hadir di sana, ada untukmu yang mengaku baik-baik saja, dan berkukuh akan selalu baik-baik saja.

Ingin sekali aku ikut percaya, jika kau akan selalu begitu. Namun, pada kenyataannya? Sulit. Kau rapuh, teramat rapuh. Aku tahu itu.

Kau lupa sesuatu, dan aku tak tahu bagaimana cara mengingatkannya.

Kau lupa cara tertidur yang berbuah nyenyak, dan aku tak tahu bagaimana cara membantumu menciptakan suasana itu.

Aku diam seketika waktu. Apa kau tau jika dirimu tak pernah benar-benar sendiri?

Sebentar, sebelum kulanjutkan surat ini, aku mengingat sesuatu.

Tadi, tepatnya pukul tujuh, aku menulis sebuah puisi untukmu.

Biar kuselipkan dalam surat ini, seperti doa yang kurapal dalam tiap satuan waktu…

Berhentilah

Pujangga, lukamu luar biasa; dalam dan merobek semestamu. Apa kau tak lelah hidup begini?

Mengetahui kau yang melupa bagaimana cara memejam di waktu malam, piluku tumbuh.

Pujangga, tidakkah kau tahu jika ia yang kau pikirkan tiap waktu, menatapmu lewat langit?

Pujangga, tidakkah kau tahu betapa ia ingin kau kembali hidup sewajarnya manusia tanpa rasa bersalah?

Tangismu yang tertahan. Rasa bersalahmu yang kian hari kian membesar, dan segala duka yang kau pendam. Tak serta merta dapat mengubah keadaan.

Ia yang telah berpulang, tak mungkin kembali ke pelukan. Lantas, sampai kapan kau mau seperti ini?

Begini saja, maukah sesaat kau bandingkan, betapa ia begitu bahagia untuk pulang, saat dunia sudah terlalu kejam bagi manusia sepertinya; manusia yang lengkap dengan beribu kebaikan.

Betapa ia rindu pelukan Tuhan, kala dirinya telah sampai di akhir skenario hidup.

Tapi jika kata-kata dan segalaku tak jua membuatmu berhenti merasa bersalah, aku bisa apa selain terus berdoa pada Tuhan, untuk membuatmu kembali bahagia, tanpa kecuali.

Aku tak akan lelah untuk yang satu ini.

Meski beberapa kepala memilih untuk menertawakan hidupmu, atau bahkan mencibirmu, aku akan tetap ada.

Membantumu berdiri saat kau jatuh (lagi).

Aku akan tetap memeluk dalam doa, tiap kali kau rapuh.

Aku akan selalu ada, meski kau meminta untuk pergi.

Sebab, aku tahu, suatu saat nanti, kau akan tahu maksud dari
segala yang kuusahakan ini.

Lukamu seperti teka-teki yang sedang berusaha kupecahkan. Tentang kapan kau bisa lepas bebas dari rasa bersalah yang seharusnya tak sama sekali berhak memenjarakan.

Silakan kau nikmati, tenggelam dalam puisi di atas kalimat ini.

Aku akan mengangkatmu kembali kepermukaan. Mengajakmu bernapas tanpa sesak. Melihat betapa langit memang tak selamanya kelabu.

Kuserahkan semua keputusan padamu. Tentang kapan kau ingin kembali berjalan.

Kau hanya perlu tahu satu hal, aku menunggu di depan pintu, selalu.

Nantinya, ketika kau sudah puas memeluk luka, tepuk pundakku.

Aku ‘kan menoleh untuk kemudian menggenggam tanganmu.

Kita akan berjalan bersama, melepas tawa secukupnya, merapal doa tanpa jeda, teruntuk mereka yang setia menanti kita di surga.

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKeduapuluhEmpat

Posted in #30HariMenulisSuratCinta

39 Kepala

Teruntuk kalian, keluarga gue semasa putih abu. Iya, gue ngerasa kita keluarga, karena pernah berantem hebat, saling gak suka, tapi tiga tahun sama-sama, lebih sering kita pake buat saling meluk, saling support.

Gue sih ngerasanya gitu, semoga masa putih abu kalian sama gue pun bukan masa yang menyebalkan, ya.

Surat cinta di hari ke-23 ini gue tulis buat kalian, tulus. Semoga bisa bangkitin ingatan kita, ya.

Mari memeluk kenangan bersama. Biar gue mulai sesuai absen, yaa.

Buat Achmad Wirawan [Bang Ucup]

Orang yang selalu angkat tangan pertama kali tiap guru mulai absen. Salah satu ketua kelas RPL2. Soulmatenya, Mamed.

Bang, yang gue tau, lo selalu usaha buat hadir di pertemuan-pertemuan RPL2, dan kenapa gue manggil lo abang?

Ya, karena lo layaknya seorang abang. Jail, rese, tapi juga siap ngebantu siapa aja yang butuh bantuan, selama lo bisa.

Masalah rambut, lo mau gondrong atau gimana pun bebas. Asal please banget, jangan ulang model rambut kayak orang yang satu itu, ya, bang!

Jangan lupa terus ketawa bahagia, dan jangan berhenti marawisan!

Buat Ahmad Raditya [Farel]

Gue lupa kapan pastinya gue mulai manggil lo Farel, dengan pamrih, lo juga mesti manggil gue Agnes. Haha.

Tapi yang jelas, dosa gue terus nambah, karena manggil lo Farel. Soalnya semua juga tau, lo sama Farel gak mirip!

Rel, kelas satu dulu, lo jadi perbincangan hangat anak-anak karena rompi lo. Iya, rompi ‘ngojek’ looo!

Lo orang yang hobinya nyengir, tapi kalo udah urusan hati? Lo bisa jadi paling diem dan sok serius.

Paling enggak, itu sih yang gue tau waktu lo masih pacaran sama temen sekelas kita.

Gue tau banget, lo ngerasa kegantengan lo bertambah kalo udah sampe lapangan basket.

Padahal? Jujur ya, Rel? Biasaaaaa aja.

Rel, alay itu ‘kan proses menuju kedewasaan, gue mau nanya, kira-kira kapan lo mau dewasa?

Saran gue sih gak usah, pertahankan aja gelar lo yang ini, yaa. Salam damai.

Buat Anisa Raichma Hasan [Tik]

Gak tau kenapa gue lebih suka manggil lo, Tik, daripada Nisa, dan sekadar penjelasan aja, kalo Tik, itu bukan berarti cantik, tapi Tik ya Tik. Titik.

Tik, lo masih inget gak waktu lo ngamuk di kelas? Di ruang 6? Gue masih inget banget, asli.

Lo tau gak? Lo ngeselin! Ngamuk tiba-tiba, dibaikin gak mau, eh pas pawang lo dateng? Lo nyengir… ‘kan asem!

Tik, lo juga salah satu cewek tercuek di antara kita, karena lo bisa ngupil di mana aja, selama lo mau. Gue gak tau abis lo ngupil, upilnya di ke mana-in.

Tik, perihal jodoh, gak ada yang tau, tapi kalo emang yang kali ini yang terbaik, semoga segera sah, yaa.

Biar RPL2 reunian lagi di resepsi, terus pas foto rame-rame, dua mantan lo fotonya di samping lo, ya? Biar enjoy.

Buat Asep Supriadi [Tep]

Tep, yang paling gue inget dari lo adalah saat lo cerita ke gue tentang kehidupan lo dari kecil sampe kita kenal.

Lo ceritain semuanya lewat tulisan yang lo simpen di laptop lo.

Di folder yang gak bakal bisa ditemuin orang lain kecuali gue, dan? Gue salut sama lo!

Tep, lo baiiiiik banget, sampe akhirnya gue sadar, gue harus bisa jadi salah satu orang yang mandiri, dan gak lagi bergantung sama lo.

Gue berdoa, lo dapet pasangan hati yang terbaik, yang bakal jadi ibu dari anak-anak lo.

Guys? Aamiin-in please. Jangan kalah sama keluhan, Tep! Semangat.

Buat Asri Safitri [Asri]

Sri, yang gue tau, lo gak suka dipanggil, Sri? Detsrait?

Lo salah satu atau bahkan satu-satunya cewek yang ngomongnya cepeeet banget.

Muka lo jutek banget, tapi kalo udah ketawa? Juara!

Kalo bete? Judesnya nakutin parah.

Lo juga cewek yang pake kerudungnya paling rapi di kelas.

Satu hal yang paling gue inget dari lo adalah niat lo buat nikah tanggal 17 Juli 2017.

Undangannya udah jadi, cuma nama mempelai prianya aja yang lo kosongin, kata lo pas dapet nanti, bisa langsung ditulis.

Sembarangan ‘kaaan!

Tapi semoga lo segera ketemu sama sosok yang pas buat namanya lo tulis di posisi mempelai pria, yaa, Ri. Aamiin.

Buat Elly Yulianti [Mamieh]

Elly? Mamieh? Mamih? Yap, Elly aja, yaa.

Ly, lo masih inget waktu kita nyari tempat PKL bareng? Gue masih inget.

Kenyataannya kita emang PKL bareng. Walaupun beda perusahaan, tapi satu kantor.

Ly, gue inget waktu lo nangis hampir pingsan di ruang 7.

Lo yang aweeet banget sama Angga, semoga segera naik ke jenjang berikutnya, yaa. Aamiin.

Pokoknya, semoga panggilan Mamih Papih, bisa bikin jabatan lo sama Angga–sebagai Mamih Papih–berjalan dengan baik buat anak-anak kalian nanti.

Aamiin aamiin aamiin.

Buat Embun Wildania [Embun]

Embuuuuuuuuun, kangen gak sama gue? Honestly, gue kangen sama lo! Asli. Gue kangen godain lo, Mbun.

Gue kangen lo teriak, ‘Aaaaaaaa anu mah’, kalo lagi gue godain. Gue inget lo sering ngajak gue salat.

Gue inget lo ngamuk, pas anak-anak di Revit, ngelakuin hal bandel (termasuk gue). Gue inget lo banting pintu.

Mbun, Tuhan pasti kirim suami yang baik buat lo, buat nemenin hidup lo yang insya Allah, makin baik.

Tetap memanusiakan manusia ya, Mbun. Amisyuh!

Buat Fajar Adha [Bule]

Le, lo adalah cowok yang paling sering di-bully sama anak-anak, itu kenapa gue jadi deket sama lo, karena gue gak suka aja liat lo sendirian.

Eits, tapi jangan pada ciye-ciye dulu, gue sering bareng Bule, ke mana-mana, karena emang dia bersedia nemenin gue ke kantin, atau ke mana pun.

Le, lo apa kabar sekarang? Lagi jalan ke arah mana? Cepetan balik ke arah yang selayaknya, ya, Le.

Udahan main-mainnya, usia kepala dua udah lewat banyak, lho.

Le, lo tau gak? Berapa banyak anak TP sama MO yang emosi sama lo, gara-gara lo sering bareng sama gue?

Banyak!

Mereka bilang sendiri ke gue, gak suka liat kita bareng.

Ah, gila, gue ngakak! Kayaknya mereka ada rasa deh sama, lo!

Le, kangen Ongky, gak? Kangen ‘kan? Sayang ‘kan sama Ongky?

Banyakin doa, samperin tempat dia istirahat, tengokin, dia juga pasti kangen banget sama lo!

Buat Fani Az Zahra [Madur]

Gak tau gimana awalnya gue jadi manggil lo Madur (Mama Durhaka), dan lo manggil gue Andur (Anak Durhaka). Untung Andur, bukan Undur, apalagi Undur-undur… Ok, gue mulai garing ~

Dur, yang paling gue inget dari lo adalah ketawa lo. Menggelegar!

Lo sabaaaaar banget ngadepin Pota. Lo hebat, Dur.

Dur, lo tau apa yang paling bikin gue ngakak tiap inget lo?

Pas kita tahun baruan di puncak, Uci ‘kenapa-napa’, lo lagi baca doa, mundur… mundur… mundur, daaan, lo jatuh dari ujung kasur.

Terus? Punggung lo kepentok siku lemari. Sakit ‘kan, Dur?

Tapi karena situasi gak memungkinkan buat lo ngerintih, lo naik lagi ke kasur, dan lanjut doa.

Lo tegar banget, Dur.

Buat Fanisha Damayanti [Acil]

Manusia yang paling sering ketemu gueee. Bukan cuma di kelas, tapi bareng juga hampir tiap pulang pergi sekolah. Basis 31. Yoi gak, Cil?

Gue inget waktu lo pacaran di angkot, sama siapa deh yang anak MM? Asli lupa gue sama namanya.

Gue juga inget waktu lo pacaran di angkot sama Popo.

Acil, lebih bersikap dewasa ngadepin pacarnya ketimbang gue yang kakuuu banget.

Cil, lo inget gak waktu kita lagi di angkot, terus di belakang angkot kita ada cowok naik motor pake helm catok?

Gue bilang sama lo buat liatin dia, sampe dia grogi ‘kan? Kita berhasil. Dia grogi.

Tapi gak lama setelah itu, gue kena batunya, karena pas kita turun, itu cowok berhenti depan gue, ngajak gue bareng.

Gak taunya itu cowok yang lagi PDKT sama gue, Cil, hiks.

Itu mantan pertama gue yang sebelumnya gue gak pernah tau mukanya kayak gimana. Gilaaak! Tengsin, ‘kaaan ~

Buat Garry Gautama [Toyeng]

Gar, yang gue tau, lo pendiem, tapi saklek juga orangnya. Kalo gak mau, lo berani bilang gak mau.

Gar, kenapa sih lo hobi banget ketawa sambil merem? Kenapa?

Kalo lo lagi asyik ketawa, terus kita ngilang, gimana coba?

Gar, cewek yang kemaren lo bawa ke resepsi Sechil, dijaga sampe nanti, yaa. Kayaknya jodoh. Aamiin ya, Gar.

Buat Hilda Ayu Nur Fitriana [Guru Psikologi RPL2]

Hai mama termuda di RPL2. Gue salah satu orang paling bahagia, begitu tau lo mau serius married. Apalagi setahun kemudian, lo langsung ngasih gue ponakan. Cewek pula!

Gak sia-sia lo buka kelas psikologi di perpus, tiap waktu kita luang.

Lo emang cewek paling mateng, udah keliatan banget dari dulu… dulu… dulu… dulu.

Da, langgeng sama ayahnya, Kinar dan Kinan, yaa. Sampai maut memisahkan.

Bahagia terus sama keluarga kecil lo. Aamiin.

Jaga dan rawat ponakan gue penuh kasih.

Gue turut bahagia, selalu, atas kebahagiaan-kebahagiaan lo dan keluarga.

Buat Ignatius Samuel Megis [Sammy—tanpa Simorangkir]

Sammy, lo orang paling lemes badannya, tapi paling kerja otaknya, terutama pas produktif!

Sam, satu-satunya yang gue inget tentang lo adalah pas di bengkel, lo lagi ngerjain tugas, lagi ngoding, pake headphone, dengerin musik.

Muka lo tenaaaaang banget. Pas gue cabut headphone lo, dan gue dengerin?

Itu lagu teriak-teriaknya minta ampun. Gak ngerti lagi deh gue.

Lo juga hobi cengengesan dengan beribu arti, Sam.

Buat Irfan Rachmat Setiawan [Ipank]

Pertama kali mau ngenal lo lebih jauh itu karena temen SMP gue, mantan lo, minta tolong buat nyari tau, lo tuh kayak gimana sih di sekolah.

Makin tau pas lo jadian sama Mely.

Aih, agak gak enak nih bahasnya, takut luka-luka yang udah sembuh malah ke-buka lagi. Skip aja, yaa.

Pank, makin rajin motret, yaa. Makin awet sama pasangan yang sekarang, keliatan cocok dan saling ngebahagiain banget.

Pesan gue buat lo sama kayak pesan gue buat bang Ucup, yaitu? Rambut. Lo tau maksud gue lah, yaa.

Buat Lusi Herdiyani [Uci]

Uci, lo itu paling hobi ngakak. Hamster lo pernah (gak sengaja) kebanting sama gue. 😦

Adik kecil lo hampir jadi korban ‘kenakalan’ anak cewek RPL2.

Lo beneran kecil-kecil cabe rawit. Letak rumah lo selalu ngebingungin. Lo ‘kenapa-napa’ di puncak. Lo ‘kepanasan’.

Lo Uci yang gue sayang, dan jangan pernah berusaha berubah jadi orang lain, yaa. Semangat sama hidupnya!

Gue gak suka kalo lo galauin orang yang udah bahagia sama hidupnya sekarang!

Ayo, lanjut jalan!

Buat Malik Ibrahim [Malik]

Malik, yang paling asyik digodain pas lagi sama, Uci.

Malik yang penurut, Malik yang baik, gak tau gue bener apa salah. Pokoknya, lo salah satu cowok yang paling gak neko-neko, yang paling gak banyak nge-bully orang, tapi tetep hobi ketawa.

Malik, motretnya dikencengin, ya. Jadiin duit! Siapa tau bisa kerja berdasarkan hobi… ‘kan seruuu.

Buat Meliana Sari [Oge]

Oge, lo adalah orang yang paling rajin bawa bekel, dan gue sama anak-anak adalah pencinta bekel lo, Ge.

Lo makan sesuap dua suap, sisanya? Kita abisin tanpa gak enak hati.

Ge, lo orang paling rajin nyatet. Lo orang yang sering bilang ke gue, ‘Nu, kalo aja gue bisa kayak lo, santai ngadepin tugas’, dan gue selalu ngakak dengernya.

Ge, gue kangen! Lo gak kangen apa sama gue? Udah lama gak ketemu!

Lo sibuk, gue enggak. Gue sibuk, lo enggak. Jadi kapan ketemunya? Hmm.

Ge, jangan sedih-sedih terus, gue selalu bilang, doa dan segala gue selalu pengin bisa meluk lo, walaupun kita jauh, dan gue harap lo bisa percaya itu.

Semangat terus, Ge. Endingnya pasti indah kok. Ini gak klise. Asli.

Buat Mely Anggraeni [Mely]

Cewek yang lahirnya di bulan yang sama kayak gue, tapi sifatnya beda abis!

Mel, gue seneng pas tau lo udah kenyang galau, terus mutusin buat bahagia. Gue seneng denger rencana bahagia lo. Gue seneng, kalo lo seneng.

Mel, gak semua tentang lo gue tau, gitu juga sebaliknya, gak semua tentang gue lo tau.

Tapiii mau gak lo menuhin keinginan gue?

Buat hadir, ketemu kita-kita, gandeng peluk Uci, tanpa basa-basi.

Gue kangen kebersamaan kalian. Beneran! Gak pake sepik!

Sungguh! Segera, yaa. Please.

Buat Meylia Putri [Cimey]

Mey, yang paling gue inget dari lo adalah cara nengok lo kalo dipanggil siapa pun.

Bukan kepala atau leher yang nengok, tapi sebadan-badan lo ikut muter, karena lo pake kerudung, dan bagian kanan kiri kerudungnya, lo pakein jarum pentul di bagian pundak, jadi?

Kalo cuma kepala atau leher yang nengok, kerudung lo bisa berantakan, makanya lo nengok sebadan-badan.

Mey, lo itu cewek paling pendiem, kita lagi asyik cerita dan udah ngakak ke mana-mana, lo masih mesem-mesem sambil merem!

Luar biasa pertahanan lo, Mey!

Buat Muhammad Ihsan Amir [Ihsan]

Ihsan, cowok yang suaranya nge-bass abis. Cowok yang gak lagi nulis kek, jalan kek, atau lagi ngapain aja, telapak tangan kiri lo tetep menengadah ke atas, gue gak tau kenapa.

Singkat aja ya, San, yang penting padet… (tupat kali padet).

Buat Nasrul Koswara [Nasrul]

Nasrul, gue masih inget kalo lo adalah cowok yang paling sering benerin rambut bagian depan dan atas, sambil keningnya agak lo kerutin.

Lo juga selalu nyengir sembari nunduk malu, kalo udah di-cengin sama anak-anak plus Pak Cucu, pas pelajaran agama.

Semangat sukses, ya, Srul!

Buat Nurul Fajriah [Unuy]

Unuy, temen sebangku yang awalnya kaku, lama-lama tau juga betapa ancurnya gue.

Orang yang matanya cokelat. Lo cewek yang ketawanya gede, menggelegar kayak Madur.

Lo salah satu yang paling sering gue ceritain tentang cinta masa SMK gue–ya iyalah, sebangkuuu.

Tentang lo yang paling melekat di ingatan gue adalah hobi lo buat beli sambel pake mie ayam, bukan mie ayam pake sambel.

Bagi lo, kalo makan mie ayam gak keringetan tuh kurang sensasinya.

Nuy, kalo L.A, emang yang terbaik dari yang sebelum-sebelumnya, semoga Tuhan dekatkan dengan kemudahan.

Tapi kalo bukan, semoga diberi jarak dengan cara yang manis. Aamiin.

Nuy, jadi kapan kita mau main gerhana lagi? Sama Neno, biar bertiga serasa sekelas?

Buat Alm. Ongky Sepultura [Ongky]

Ongky, entah kenapa pas gue mau nulis surat cinta ini, gue gak mau nama lo gak ada.

Malem itu, tiba-tiba banget, Elly, SMS gue, ngabarin lo udah gak ada.

Gue gak percaya, karena sorenya lo masih ngajak gue latihan basket, dan gue tolak, karena hujan ‘kan?

Ongky, gue inget cara lo nyemangatin gue yang latihannya masih bolong-bolong.

Lo acak-acak rambut gue dan bilang, ‘Nu, latihan yang rajin, biar mainnya makin keren’.

Ngky, waktu lo pergi, kita sekelas dateng, lho. Cuma emang gak bisa anter sampe makam, tapi berapa hari setelahnya, kita ke sana.

Kita kangen banget sama lo, Ngky. Kangen banget.

Semoga gue sama anak-anak gak lupa terus kirim doa buat lo, ya, Ngky. Semoga, doanya pun sampai.

Ngky, lo bakal ke surga ‘kan? Udah keliatan belum?

Masih luas gak di sana? Masih muat banyak? Gue lagi nyari jalan yang tepat buat bisa sampe sana. Mungkin gak sih kita main basket lagi nanti?

Baik-baik selalu di sana, Ngky. Jangan lupa jadi bintang, biar bisa ngeliat kita tiap malam tiba.

Buat Pazriah Ulfah [Babank]

Baaank, kenapa jarang muncul di acara kelas? Sibuk skripsi, ya? Semangat! Prioritas emang jangan sampe ketuker.

Bank, gue kangen berantem sama lo tiap ketemu. Gue kangen bikin lo diem, terus bilang, ‘iya napa, Syan, iyaaa’.

Gue kangen nyengir lo. Cepetan skripsi, terus sidang, wisuda. Jangan lupa doa, biar gue bisa dateng!

Gue pengin dateng, gue mau ngasih lo bunga, bunga atau kembang, kembang kol lebih tepatnya!

Bank, gue salut kemahiran lo waktu SMK, gak lo kembangin di kampus. Lo tau ‘kan maksud gue mahir apaan?

Bagian ini gue edit, yaa. Intinya gue mau lo bersanding sama yang terbaik. Aamiin.

Buat Rahmad Darmawan [Mamed]

Soulmate nya Bang Ucup, yang pernah topless pas foto berdua bang Ucup, terus ngerasa paling mirip Vino G Bastian and Junot, di Realita Cinta dan Rock N’ Roll.

Med, tanggal lahir kita sama, jenis kelamin kita beda, pribadi kita juga beda, jauuuh banget.

Gue cuma tau, lo mau RPL2 akur-akur aja, dan kenyataannya kita bisa dibilang akur, kita bisa dibilang saling rangkul, cuma yang namanya keluarga, pasti ada aja selisih paham, Med.

Med, gue suka cara lo bertoleransi, dan semoga itu gak matiin rasa peduli lo ke orang yang punya pendapat beda dengan lo, yaa.

Tetap jadi diri sendiri.

Buat Randi Nur Oktaviyanto [Randi]

Hai Randi. Gue pernah nulis surat buat kembaran lo, Nakula. Di surat itu juga, gue nulis tentang lo yang gue sebut, Sadewa.

Btw, itu masa lalu, yaa. Gak perlu kita ungkit, cukup sesekali diinget, buat kita ketawain bareng.

Tapi gak tau kenapa, sampe sekarang, kalo ketemu langsung, lo masih aja dingiiin. Haha. Gue jadi bingung, sebenarnya lo itu orang apa kumpulan salju.

Ran, lo perlu tau kalo gue seneng banget liat lo sama cewek lo, asli.

Entah kenapa gue selalu berdoa buat lo sama dia, biar bisa makin serius.

Howiyak! Jadi gimana rasanya foto lo jaman tahun baruan di puncak, di-upload ulang sama Bang Ucup ke grup BBM?

Buat Regyan Sukma Adhitya Putra [Egy]

Egy, udah gak cellallu di cakhidin lagi ‘kan? Insya Allah, enggak ya, Gy.

Gy, udah lama gak ketemu sama lo, ternyata lo udah sukses, ya sekarang? Lo udah jadi bintang iklan susu ibu hamil, gue salut, Gy!

Gy, lo makin lucu! Asli.

Tapi ngebut lo di tol, waktu kita ke acara Sechil, sama sekali gak seru, Gy.

Lo gak sayang sama kandungan lo sendiri, gue kecewa!

Buat Retno Wulandari Adelina [Neno]

Neno, paling suka sama apa-apa yang berbau Korea. Suka juga sama mainan apa tuh yang di timezone, No?

Lo pelaku video semut-semut kecil paling absurd di depan ruang 11.

Btw, itu videonya ke mana? Mau gue sebar!

No, masih inget waktu jadi tersangka ‘kesurupan’ di puncak?

Pertanyaan ini, ‘Nama kamu siapa | Retno, Pak | Nama kamu siapa? | Retno, Pak, saya gak kesurupan, saya lagi sakit’.

Asli, sampe sekarang masih bikin gue ketawa kalo inget.

No, masih inget pas lo nangis di Revit? Curhat? Gue masih inget, banget.

Masih inget yang gue salah ngomong pas lo lagi gak enak hati, terus gue bikin lo nangis, dan gue langsung panik sendiri?

Gue masih inget.

No, semangat terus, yaa!

Gue kok yakin banget, suatu hari nanti, lo nyebar undangan pernikahan yang nama mempelai prianya diisi sama nama Abang.

Semoga aja, yaa. Kalo dia emang yang terbaik dari yang baik. Aamiin.

Jangan pernah mikir kita cuek, kadang waktu sama jarak emang jahat, misahin orang seenaknya, tapi lo perlu tau, kita sayang lo.

Buat Rifandi Yoga [Ladon]

Ladon, inget nama lo bikin gue inget juga sama seseorang. Ok… skip!

Don, lo ke mana sih? Gak pernah keliatan. Gue kangen sama kelihaian lo ngeles, Don.

Gue kangen sama muka sok seriusnya lo.

Apa lo gak kangen kita? Muncul, Don, muncuuul, please.

Tapi jangan muncul tiba-tiba dari tempat yang aneh, nanti gue kaget.

Don, next time, ikut pertemuan kita, yaa.

Buat Risma [Rismong]

Mong, masih inget gak gimana rasanya kembaran sama gue pas wisuda?

Mong, yang khas dari lo adalah nyerocos ngomong dengan ekspresi yang ketebak, dan logatnya selalu sama… Sunda, kenteeel banget.

Mong, lo di masa SMK, tiba-tiba kebayang di depan mata gue, kangen gak Mong, nangis di sekolah? Gue kangen liatnya. Lucu!

Buat Rizky Tiarani [Bundo]

Bundo, lo apa kabar? Kita udah lama gak ketemu, gue cuma sering ngeliat lo update foto aja di path atau BBM.

Bundo, lo masih bisa sulap gigi ‘kan? Ketemu yuk! Sulap lagiiiii!

Bundo, masih inget ini gak? ‘Pak pak pak, bebeknya ketinggalan!’.

Gilaaak! Itu kocak parah!

Bundo, gue tau banget hobi lo di kelas, pasang headset, duduk di bangku, nunduk, nikmatin dunia lo sendiri.

Bundo, gimana pun hidup lo sekarang, apa pun jalan yang lo ambil, pokoknya siapa pun lo sekarang, lo tetep bagian dari RPL2, dan itu gak akan pernah berubah! Gue kangen.

Buat Rosita [Tata]

Ta, jadinya lo lahir 4 Agustus apa 15 Agustus?

Ta, lo pasti inget ini ‘kan? ‘Udah napa udah, entar juga dikasih!’

Ta, lo inget waktu di puncak, lo nangis, pas kita ngomongin kiamat? Gue inget.

Ta, move on itu perihal mau, bukan bisa. Jadiii, kapan lo mau move on dari dekisuki? Hmm?

Bukannya apa-apa, kita sayang sama lo, kita gak mau lo terus nikmatin waktu dengan rasa penasaran dan penantian yang gak jelas ujungnya.

Gue aja yang galau cuma dua tahun rasanya capek banget, Ta. Apalagi lo?

Lo salah satu yang paling jarang cerita, lo lebih suka diem, dan itu gak masalah.

Tapi lo perlu tau, kita beneran selalu ada buat lo! Serius. Bukan basa-basi, bukan cuma ngomong doang.

Oh iya, ngomong-ngomong, lo sama Oge, punya utang, yaa. Belum pernah ke rumah gue! Hih!

Buat Sarah Ariza [Sar]

Sar, gue inget waktu lo nemenin gue buat ikut ekskul basket pertama kali, tapi abis itu lo ngilang, kenapa?

Gue paling gak mungkin lupa tuh sama ketawa lo, ngeselin, tapi kocak!

Sar, gue inget waktu kelas satu, lo ngasih nama gue di handphone lo pake bahasa sunda kasar, apa deh? Cangak? Asli ngeselin! Hih.

Sar, kalo lo sama lelaki yang absennya nomor dua dari bawah nikah, berarti RPL2 punya sepasang kekasih yang akhirnya sukses jadi manten!

Artinya? Makan-makannya dua kaliii, yaa.

Canda ~

Bagian ini juga gue edit ni. Intinya, semoga lo sama Pak BY, saling menemukan yang terbaik.

Buat Sechillya Peliang [Kancut]

Cut, kenapa lo dipanggil Kancut? Soalnya, dulu kalo lo digangguin anak-anak, kalo rambut lo dijambak unyu sama anak-anak, mata lo langsung belo, dan teriak, ‘Kancuuuuuuuut’, terus ngejar siapa pun pelakunya. Melengking banget itu suara.

Cut, gue beneran bahagia hadir di resepsi lo, liat lo sama Uda Dian bahagia.

Tapi kok pas lo masuk gedung, pertanyaan gue gak dijawab? Hah? Sombong! Jadi, Berapa gaya, Cut? Jawab!

Cut, semoga ini pernikahan lo yang pertama dan terakhir, yaa, sampe maut misahin kalian. Cepetan kasih RPL2 ponakaaan!

Tentang Syanu Gabrilla Roza Ravasia [Gue]

Gue cuma mau bilang, gue gak pernah nyesel kenal kalian semua. Gue sayang kalian, tanpa terkecuali.

Makasih udah jadi bagian dari masa remaja gue, dan tetep berhubungan sampe sekarang, sampe nanti!

Buat Titi Ifnatul Mufidah [Titi]

Ti, gue masih ngerasa bersalah karena gak hadir pas resepsi, lo.

Lo gak ada niatan bikin resepsi ulang sama suami lo, Ti? Biar gue bisa dateng. 😦

Ti, gue inget waktu mampir ke rumah lo, pas kita abis ngikut Bu Doris, ngapain deh? Lompat jauh, ya?

Terus gue makan jambu di rumah lo, pisonya serem! Ih. Haha.

Alhamdulillah, lo udah punya keluarga kecil sekarang. Semoga kebahagiaan lo sama suami terus ada, walaupun nanti usia pernikahan kalian udah makin tua.

Semoga bahagia lo lengkap dan sempurna, dengan hadirnya ponakan gue ke dunia, sehat.

Jaga kesehatan terus ya, Ti. Baik-baik selalu. Aamiin.

Buat Ultra Potallah [Pota]

Lo, gue, dan Hilda, itu tiga orang yang duduk semeja di deretan paling depan, pas nyatet pelajaran, kenapa?

Soalnya, mata kita sama-sama minus. Hilda yang paling mendingan matanya lihat ke depan, gue lihat ke Hilda, lo liat ke gue.

Tau gak, Ta? Lo bawel!

Ta, masih suka buang ingus pas main basket gak? Kalo masih, kurang-kuranginlah, yaa.

Ta, sejak kapan lo punya kebiasaan kayak apa yang lo lakuin ke gue dan anak cewek lainnya, pas baru ketemu di resepsi Sechil? Gila ih.

Ta, sukses kuliahnya, magangnya, basketnya, semuanya! Jadi wanita Aceh, yang super, yaa!

Buat Wachid Wahyudi [Pak BY]

Pak BY, nyesel gak pindah dari surabaya? Enggak ‘kan? Pasti enggaklah.

Malah lo harus nyesel kalo lo diem aja di sana, lo gak bakal kenal yang namanya, Sar. Haha.

Pak BY, yang gue inget tentang lo cuma nyengir sama pendiemnya lo, yang kata anak-anak cowok, dalemnya jauh beda dari luaran yang lo tampilin.

Dasar pencitraan! Hih!

Buat Zhega Fachriat [Mastua]

Mastua, kenapa lo tua sebelum waktunya? Kenapa, Mas?

Mastua, kenapa sekilas lo mirip Joshua? Kenapa, Mas?

Mastua, kenapa lo bikin seorang cewek RPL2, galau di depan Lab. KKPI? Kenapa, Mas?

Mastua, kenapa lo gak dateng pas Sechil, nikah? Kenapa, Mas?

Mastua, tetep tua sebelum waktunya, yaa.

Gue kangen manggil lo, Mastua!

Tiga tahun gue jalanin hari-hari gue sama kalian, wajar kalo surat cinta gue kali ini panjangnya bukan main!

Sebenarnya malah mau banget nulis lebih panjang lagi, tapi biar segini dulu, cukup.

Satu hal yang gak pernah sama sekali bikin gue nyesel adalah masuk SMK, dan satu kelas sama kalian.

Jujur, dulu pas masih muda belia, gue sempet-lah gak cocok sama beberapa dari kalian, tapi itu dulu.

Sekarang udah beda. Gue sadar, kalo tiap kepala emang gak akan pernah sama.

Kita punya hak buat ngerasa lebih cocok sama siapa, tanpa perlu nyisihin yang lainnya.

RPL2 yang gue sayang gak pake sepik, baik-baik terus, yaa.

Tetap jadi salah satu nama yang gue kangenin, dan gue pelukin lewat doa.

Gue mau kalian semangat terus, gue juga semangat ngejar apa yang gue cita-citain.

Masalah tercapai atau enggak, itu perihal izin Tuhan, yang penting? Usaha dan doa jangan pernah berhenti.

Sekali lagi, gue sayang kalian. Keluarga yang gue temuin semasa putih abu, dan gak seketika ngilang setelah kita lulus.

I love you, guys!

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKeduapuluhtiga
#RPL2

Posted in #30HariMenulisSuratCinta

Wanita, Ibu, Eyang Putri yang Takut Ketinggian

Teruntuk wanita yang telah menjadi ibu dan eyang putri…

Aku mendengar namamu sejak ‘Mereka Bilang, Saya Monyet!’, lahir ke dunia perfilman Indonesia.

Kala itu, usiaku masih cukup belia, 14 tahun. Mau tidak mau, aku hanya bisa mendengar judul film dan namamu saja, tanpa punya kesempatan untuk ikut duduk dan menyaksikannya di bioskop.

Beberapa tahun kemudian, aku menemukan salah satu karyamu di toko buku.

Tanpa pikir panjang, aku segera membawanya pulang. Tentu saja setelah membelinya terlebih dulu.

Buku berjudul, ‘1 Perempuan 14 Laki-Laki’, ini menarik sekali, Mbak. Terlebih cover-nya.

Sampai di rumah, aku membacanya segera, dan berhasil sampai pada halaman terakhir; beberapa jam berikutnya.

Kau tahu apa yang aku rasakan? Jatuh cinta pada tulisanmu, seketika.

Aku memang bukan seorang yang memiliki semua karyamu. Bukan juga orang yang selalu menyaksikan film garapanmu, tapi sebisa mungkin, aku ingin memiliki dan menyaksikannya.

Terlepas dari itu, aku bisa merasakan betapa kau cinta pada dua anakmu, Banyu Bening dan Bidari (Btari) Maharani, pun pada cucumu, Embun Kinnara.

Aku, mengenal sosok mereka lewat akun Instagram-mu, Mbak.

Kulihat betapa empat orang wanita ini begitu bahagia. Terlebih saat kau memasak di rumah.

Bukan makanan mewah, yang kau buat hanya menu sederhana. Namun, selalu berhasil membuatku ingin berkunjung, duduk bersama, dan ikut menyantapnya.

Sejak jatuh cinta dengan ‘1 Perempuan 14 Laki-Laki’, aku seolah ingin terus memeluk karyamu.

Sampai pada akhirnya buku barumu rilis, berjudul, ‘SAIA’.

Lagi-lagi, tanpa ragu aku segera membelinya. Kali itu, ku pesan secara online.

Setelah menunggu beberapa hari, bukumu sampai, dan segera kunikmati tiap halamannya. Lembar demi lembar.

Mbak, belakangan ini aku bukan hanya jatuh cinta pada karyamu, tapi juga dengan pribadimu.

Aku tahu kau tak suka ketinggian, mungkin ini yang membuatmu dicintai banyak pihak.

Sebab, kau bisa saja arogan, karyamu luar biasa. Sebagai ibu dan eyang putri pun, kau teramat mudah disayangi.

Tapi kau lebih memilih merangkul siapa saja. Kau begitu memanusiakan manusia, dan kau tetap rendah hati, Mbak.

Kecintaanku padamu tak serta merta membuatku ingin menempatkanmu setara dengan Tuhan.

Kagum dan cinta ini sekadarnya, tidak berlebihan.

Aku berharap suatu waktu kita dapat bertemu. Kali ini biar ku aamiinkan doaku sendiri.

Mbak, surat ini tulus untukmu, kutulis pagi ini, sebelum jam sembilan menggenapkan diri.

Di akhir surat, ku ingin kau tahu… aku memang bukan salah satu yang ikut berdonasi dalam film ‘Nay’, tapi aku tak henti berdoa agar filmmu ini rampung, Mbak.

Aku ingin ‘Nay’, bisa kutonton saat ia hadir di bioskop nantinya.

Mbak Djenar, semangat terus untuk karyamu kali ini. Aku yakin kau dan orang di kelilingmu, bisa menyelesaikannya. Biarkan aku bantu lewat doa yang tak mengenal jarak.

Aku harap kau berkenan membaca surat cinta ini, dariku yang lagi-lagi mencintai karya serta pribadimu.

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKeduapuluhdua

Posted in #30HariMenulisSuratCinta

Kepada yang Datang untuk (Kemudian) Menghilang

Entah kenapa, hari ini aku ingin menulis surat untukmu. Kamu yang dulu sudah ku anggap saudaraku sendiri.

Kamu yang dulu begitu dekat denganku. Kamu yang begitu banyak membantuku. Kamu yang tak pernah berhenti mengingatkanku tentang hal-hal baik.

Ada apa denganmu yang sekarang? Apa aku melakukan kesalahan yang tak dapat kau maafkan?

Sekadar mengingat, terakhir kita bicara dan dekat, kau dan aku masih saling memeluk dalam doa.

Aku tak sedang membela diri, kawan. Kenyataannya memang begitu, kau tak pernah muncul lagi, setelah percakapan malam itu, percakapan yang jelas-jelas tidak kita isi dengan pertengkaran.

Aku tak pernah membencimu. Tak juga merasa terganggu dengan segalamu.

Aku tahu kau punya kekurangan, pun aku yang juga tak mungkin sempurna.

Lantas, mengapa kau menghilang seketika waktu?

Jika tanpaku hidupmu jauh lebih nyaman, tak apa. Aku tak akan memintamu kembali.

Namun, jika jarum jam dapat berputar ke arah kiri, aku tak minta untuk kau menetap.

Aku hanya butuh penjelasan, tentang kepergianmu yang tanpa pamit itu.

Sudah kucoba untuk menghubungimu, dan kau tetap membalas pesanku.

Hanya saja, terlalu dingin untuk sebuah kalimat yang berasal darimu, untukku.

Ingin kucoba tanyakan apa penyebab semua ini. Namun, keinginanku pupus begitu saja, saat kutahu, kau tak lagi menganggapku ada.

Kawan, aku hanya berharap kau selalu baik-baik saja, dan dikelilingi orang-orang baik yang menyayangimu.

Menghilanglah. Pergi menjauh semampu langkahmu. Tak apa.

Sebab, doa tak pernah mengenal batas. Ia tetap dapat menembus dan melayang, sekalipun tembok besar berusaha mengadang.

Kini, biarlah kau di sana, aku di sini. Tak apa. Semua ‘kan baik-baik saja.

#30HariMenulisSuratCinta
#HariKedelapanbelas