Posted in #PenariJemari

Mudita

Tiap-tiap dari mereka yang dekat, bercerita tentang bahagia, otomatis, senyum terlukis.

Ada yang selesai dan berdamai dengan lukanya. Sebagian bernapas lega karena mendapat jawaban dari doa-doa.

Ada pula yang sukses melangkah ke lembar berikutnya, setelah hampir menyerah.

Selain bersin dan menguap, bagiku, tawa pun menular dengan begitu mudahnya.

Tak jarang, keceriaan mereka sekejap mampu menghapus dukaku.

Terlebih jika manusia yang sedang berpelukan dengan bahagia adalah dua ‘akar’ tercinta.

Saat ini, salah satu doa yang kurapal setiap hari, adalah bisa merasakan bahagia; atas bahagiamu, yang masih entah kapan terasa.

Tak apa. Tidak perlu terburu-buru. Nikmati saja alurnya. Pelan-pelan, kita akan pulih seperti sedia kala.

Aku percaya. Semoga kamu juga.

Posted in #PenariJemari

Kulacino

Menenggak sesuatu, meski sudah jelas ‘kan meninggalkan rasa pahit.

Tak terasa sudah gelas kelima, kemudian bimbang, menyudahi atau kembali mengisi.

Aku diam. Berpikir matang, meski keliru pun tak ada yang melarang; hanya bosan salah jalan.

Berkedip sebentar. Lalu, sadar ada yang mengambil gelasku tanpa sepengetahuan.

Siapa dia? Tak tertangkap mata. Hanya tersisa bekas air di atas meja.

Malam datang lebih awal, bersama dingin yang selalu berhasil membuat tubuhku menggigil.

Teringat bagian sulit; mengikhlaskan ketika dirinya pamit.

Sosok yang masih mencintaiku. Namun, harus kulepas, karena sadar kita tak akan bisa satu.