Posted in A-Z

Luka dan Tabah

“Dugaanku benar.”

“Rasanya?”

“Sesak, karena berusaha buat enggak nangis.”

“Padahal kamu berhak nangis, lo.”

“Enggak. Harusnya aku bersyukur, karena dia bahagia.”

“Tapi kamu juga boleh nangis, biar lega.”

“Entah. Aku cuma mau berhenti, tapi belum bisa.”

“Aku cuma mau kamu tahu, aku masih nunggu.”

“Kayak aku yang masih nunggu dia?”

“Iya…”

“Kita ada di posisi yang sama, tapi enggak saling berhadapan.”

“Tangan kita memang saling bertepuk sebelah.”

“Sampai kapan kamu nunggu aku yang enggak pasti?”

“Kamu, sampai kapan nunggu dia yang jelas-jelas sudah lepas?”

Pertemuan itu berakhir tanpa jawaban. Luka pulang ke utara, Tabah kembali ke selatan.

Namun, langkah mereka sama-sama terhenti.

Tabah menunggu. Luka mulai membenahi diri.

“Satu harapku…”

“Apa?”

“Kamu belum pergi saat aku menghampiri.”

Tabah tersenyum pulang. Luka pun demikian.

Posted in A-Z

Kasatmata

Sayangnya tidak…

Ia memang tak berdarah, tetapi lukanya luar biasa.

Hanya kepala-kepala berhati yang menyadari. Sisanya menganggap baik-baik saja.

Bayangkan, ia menemui banyak gambaran, dan hampir semuanya rusak.

Penyebabnya memang berbeda. Namun, akibatnya senada.

Sadar batas makin dekat, ia yang tak ingin jalan di tempat pun mulai belajar meramu.

Tiap kali air mata ingin berkuasa, ia bergegas menjadikan tawa sebagai selimut luka.

Berhasil. Sekitarnya mengira ia benar-benar bahagia; saat kenyataannya, ia bersahabat baik dengan duka.