Posted in Review Film

Filosofi Kopi 2: Ben & Jody

Masih ingat betul, bagaimana cerita Filosofi Kopi, membuat saya terhanyut; pada persahabatan Ben dan Jody yang begitu tulus.

Saya juga masih ingat, bagaimana manisnya Ben, berdamai dengan sang Bapak, setelah sekian lama berdiam dalam kesalahpahaman, karena kepergian Ibunya tercinta.

Ben dan Jody membuat saya terus belajar. Sahabat, bukan mereka yang selalu manis di hadapan mata, tetapi yang tetap rindu, meski selisih paham sedang bertamu.

FILKOP2 - Official Poster_FINAL copy
Foto: hiburan.metrotvnews.com

Dua tahun menanti–setelah pengumuman akan ada sekuel film–akhirnya, 13 Juli kemarin, Filosofi Kopi 2: Ben & Jody, hadir di hadapan mata.

Tiket Filosofi Kopi 2 Ben & Jody

Berdirinya Ben di awal film, membuka ingatan sekaligus mencipta harapan.

Ingatan tentang cerita sebelumnya, dan harapan, bagaimana akhir lanjutan cerita.

Lagi-lagi, dua pria brewok ini membuat saya terpana. Bukan karena wajah tampannya. Namun, karena Chicco Jerikho (Ben) dan Rio Dewanto (Jody), begitu merasuk ke dalam peran.

2
Foto: youtube.com

Masih ingat Nana? Barista perempuan yang menguras air mata di Filosofi Kopi, sebelumnya?

Kali ini, ia hadir dengan sedikit cerita, kemudian pamit, karena sebuah kabar bahagia.

Tentang apa? Tentang cerita yang akhirnya membuat Ben, Jody, Nana, Aldi, dan Aga, saling memeluk untuk melepas; sementara.

Sebab, kapan pun Nana ingin kembali, pintu itu akan selalu terbuka.

Ibarat meja, Filosofi Kopi kehilangan satu kaki. Tak lama berselang, harus kembali ikhlas melepas dua lainnya. Pincang. Hampir kehilangan arah.

Ben dan Jody terus mencari, ke mana jalan yang akan mereka pijak berikutnya.

9
Foto: youtube.com

Lalu, ada seorang wanita berkacamata (Jenny Jusuf), memesan segelas kopi; Ben’s Perfecto.

Ia juga kembali menghilang dari layar, setelah menerima kartu filosofinya dari tangan Ben.

Saya tersenyum, karena wanita itu adalah sosok di balik suksesnya banyak kepala jatuh cinta dengan film ini; terlepas dari peran mbak Dee Lestari yang tak perlu diragukan lagi.

Ide cerita kali ini diambil dari tulisan Christian Armantyo dan Frischa Aswarini; pemenang kompetisi #NgeracikCerita.

Keputusan untuk melibatkan ‘orang luar’ sebagai penyumbang ide cerita ini juga menjadi salah satu pupuk yang kemudian sukses menyuburkan sekuelnya.

Banyak adegan yang tak bisa saya gambarkan jelas, bukan karena tak terekam dalam ingatan, tapi karena saya ingin kalian menyaksikan film ini secara langsung.

Satu tiket bioskop yang tidak akan mengecewakan, dan 100 menit lebih yang tak akan terbuang sia-sia.

Sebab, begitu banyak pelajaran serta gambaran indah tentang kehidupan dan Nusantara.

3
Foto: youtube.com

Setelah kehilangan tiga kakinya, Ben dan Jody kembali sepakat untuk membangun kedai yang hampir usang.

Kedai yang menurut Jody adalah ‘Kepala Naganya’.

Kedai yang mendewasakan mereka, dan juga yang menyimpan begitu banyak cerita; rasa.

Mereka tetap akan berkeliling Indonesia, dengan cara berbeda.

Akan tetap ngopi-in Indonesia, melalui kedai-kedai yang ingin mereka dirikan dengan nuansa syahdu.

6
Foto: youtube.com

Namun, untuk kembali membeli kedai yang sudah mereka jual sebelumnya, bukan hal mudah.

Ben dan Jody harus mencari investor yang bisa membantu mereka kembali mewujudkan impian.

Itulah yang akhirnya mengantarkan Ben dan Jody bertemu dengan Tarra (Luna Maya), pebisnis muda yang menganggap Filosofi Kopi, tinggal mitos belaka.

19
Foto: youtube.com

Setelah pemikiran sengit antara dua sahabat itu, akhirnya, Ben berhasil meyakinkan Jody untuk sepakat kerja sama dengan Tarra.

Si ‘Gondrong’ yang berhasil memikat di pertemuan pertama; dan seterusnya.

23
Foto: youtube.com

Tarra adalah sosok wanita sukses yang tak bergantung pada orang tua. Ia membangun bisnisnya sendiri; dari nol.

Tarra ada di tengah-tengah Ben dan Jody yang antusias dengan mimpi tertunda mereka.

Dua pria dan satu wanita ini kembali menemukan secangkir kopi yang masih tertinggal di sana; di Melawai.

7
Foto: youtube.com

Di tengah cerita, ada juga seorang komika (Ernest Prakasa) yang berperan sebagai teman Jody.

Ia berperan sebagai pemilik salah satu kedai kopi ternama.

Di kedai kopi milik temannya itu, Jody bertemu dengan Brie (Nadine Alexandra), barista lulusan universitas di Australia, yang akhirnya Jody ‘tarik’ untuk gabung dengan Filosofi Kopi.

Brie bermain di balik mesin-mesin kopi. Di samping Ben, dan barista lainnya.

8
Foto: youtube.com

Masuknya Brie ke Filosofi Kopi, bukan hal yang sederhana. Ia harus terus berdebat dengan idealisme Ben, sebagai pencinta kopi nomor satu.

Brie kerap mengatur napasnya, karena Ben, senantiasa terkesan tidak percaya dengan kemampuannya sebagai seorang barista.

4
Foto: youtube.com

Keluhan demi keluhan terus berdatangan. Sampai akhirnya, mereka sepakat untuk segera membangun kedai kopi berikutnya; Yogyakarta.

Brie dan Jody di Jakarta, terus melayani pesanan demi pesanan kopi, sembari menanti kelanjutan pembangunan Filosofi Kopi Yogya yang sedang diurus oleh Ben dan Tarra.

16
Foto: youtube.com

Berbagai konflik pun tercipta. Ringan. Namun, tidak picisan.

Banyak alur yang tidak mampu saya tebak. Bahkan, cuplikan adegan dalam trailer pun 99% gagal saya artikan.

Bagaimana manisnya tatapan Ben pada Tarra, hingga damainya kata-kata Jody, untuk menenangkan wanita yang sama dari rasa kecewa.

15
Gambar Via: youtube.com
13
Foto: youtube.com

Hentakan kaki Brie di depan Melawai, dan malam akhir tahun yang mulai menumbuhkan benih-benih cinta.

11
Foto: youtube.com

Makassar dan Toraja menjadi saksi bisu yang begitu merdu. Duka dan lara juga menusuk di Kampung.

Kemarahan yang entah harus diakhiri dengan cara apa. Kekecewaan yang hadir karena dusta yang sebenarnya bukan kebohongan sempurna.

17
Foto: youtube.com

Jatuh cinta dan patah hati di waktu bersamaan. Sampai berdamai dengan cara yang tak biasa.

12
Foto: youtube.com

Ben patah hati, bertubi-tubi. Jody kehilangan lagi. Tarra tenggelam dalam rasa bersalah, dan Brie, sedang memupuk kebun-kebun yang mulai berpihak padanya.

10
Foto: youtube.com

Filosofi Kopi 2: Ben & Jody, bukan hanya menyuguhkan akting para aktor yang mumpuni, tapi juga peran tim di dalamnya.

5
Foto: youtube.com

Angga Dwimas Sasongko kembali sukses di filmnya kali ini.

Terlepas dari nama-nama yang tak bisa saya sebutkan, mereka semua adalah tim yang solid.

Sebab, tanpa kebersamaan dan cinta, rasanya mustahil film ini akan terbungkus dengan nilai tinggi.

Pengambilan gambar yang tidak biasa. Pemilihan musik yang begitu nyaman di telinga, dan poin pendukung yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.

Ben dan Jody tetap menjadi sepasang sahabat yang tak terpisah. Sekalipun jalan hidup mereka tidak lagi berada dalam satu pijakan.

Pilihan berbeda yang tetap menjadi satu tujuan. Sampai saling berbagi tawa lewat layar di akhir film.

Gambaran yang membuat saya mengharapkan lanjutan ceritanya; kembali. Akankah ada? Entahlah.

Satu yang pasti, jangan lupa jika…

20
Foto: youtube.com

“Setiap hal yang punya rasa, pasti akan selalu punya nyawa.”

21
Foto: youtube.com

Terima kasih untuk sebungkus cerita yang kembali membuat saya menulis, karena saya ingin lebih banyak lagi mata yang menjadi saksi persahabatan Ben dan Jody.

Sepasang yang tak akan pernah usang.

Selamat, karena di beberapa kota, Filosofi Kopi 2: Ben & Jody, terus menambah layarnya.

Ssssssssstt.. permisi bang Spidey!

Salah satu original soundtrack yang syahdunya gak ada obat: