Posted in A-Z

Biadab

Pernah menjadi korban
kemudian saksi
bahkan tumpu

Lewatkan saja bagian pertama
beralih ke yang kedua
saat menyaksikan tubuh tak bersalah
mati dianiaya

Lalu yang ketiga
adalah ketika mendengar kesah

Syukurnya senyum itu masih ada
pencerita berhasil sembuh
meski lajurnya terjal
sungguh

Para pelaku memang biadab

Menjadi yang pertama
kedua pun ketiga, sama
sama-sama perih
mendidih

Berapa lama pun waktu
tak akan cukup
luka duka itu ikut tumbuh
menyelip lembar pilu

Teranyar tentang remaja
dilecehkan dan disiksa

Mendadak kembali ke titik puncak
amarah menyala
tak bisa berkata-kata

Satu-satunya penenang adalah yakin
Allah Maha Adil

Sekuat apa pun melanjutkan
seluas apa pun kuasa kehidupan
garis akhir punya kepastian
setelah kematian
segala kebiadaban ‘kan dapat balasan

Posted in A-Z

Amerta

Tentang lawan dari tawa yang begitu pandai bertahan. Sudah ribuan hari bahagia mencoba menang, tetapi akhirnya masih sama; gagal.

Kamu lihat pohon itu? Usianya hampir setengah abad. Hidupnya memang berlanjut. Namun, jika kau melihatnya dari dekat, kamu akan tahu sebanyak apa luka yang ada di sekujurnya.

Daun dan batangnya kering sejak tumbuh. Akar pohon begitu bodoh, bagian kanan menghabisi kiri, dan bagian kiri mencoba mencekik kanan.

Pohon itu makin kering. Tangan-tangan kurang ajar memakunya tanpa sudah. Luka, perih. Memang itu yang mereka mau; pohon terus tumbuh dalam kekeringan.

Aku pun hanya bisa menyaksikan dari jauh. Tak dapat membantu, karena pohon itu sendiri yang menyuruh.

Setahun lalu dia bilang…

“Aku sudah berusaha sehat, tetapi kau tahu ‘kan? Pemberi sakit makin banyak. Mereka tiga, empat, lima, kemudian tiba-tiba bergerombol. Kamu? Sendirian. Aku tidak ingin kamu ikut luka hanya karena berusaha menyelamatkanku. Pergilah, rawat hidupmu.”

Posted in #PenariJemari, Puisi

Tinggal Tanggal

Entah sejak kapan
aku lihai mengingat tanggal
baik yang berisi bunga
ataupun air mata

Seperti malam ini
aku menulis karena terdadak rintik
jatuh dari langit
menyerap dan melilit

Hampir tak bernapas
telat sedikit tewas
sebelah bisa waswas
meski ada pula yang sanggup tertawa buas

“Ke mana?”

“Entah…”

Tiba-tiba pagi datang
membentak ingatan

“Mau sampai kapan?”

Malam ingin membela empunya
tapi kuasa sedang tak bersamanya

Pagi pun petentengan
tak acuh ia mengatakan

“Kapan mau sadar? Tanggal pasti tertinggal!”

Empunya malam mengiakan
beberapa memang tinggal tanggal
kenangan sekarat terpenggal

Apa kuat lanjut sebagai pejuang tunggal?