Posted in #PenariJemari, A-Z

Swastamita

Hai, anak kecil yang awalnya dipaksa kuat, kamu hebat; karena kenyataannya, kamu benar-benar kuat.

Bertubi-tubi dan sekeras apa pun hantaman dari berbagai arah, berhasil kamu hadapi.

Meski kerap berdarah, kamu gak pernah menyerah.

Seenggaknya, sampai detik ini kamu masih berdiri dengan kaki sendiri.

Dunia memang gak perlu tahu, sebanyak apa luka yang kamu rasa. Begitu juga dengan sekelilingmu.

Kalaupun orang-orang asing mau tahu, ya, mereka cukup tahu kamu masih napas, dan masih bisa senyum.

Kamu juga gak perlu memikirkan berbagai asumsi liar yang gak ada hentinya mampir ke telinga; karena memang gak ada gunanya.

Kamu cukup jadi diri kamu sendiri dengan terus memperbaiki pribadi, tapi gak boleh merasa paling bersih.

Kamu tahu ‘kan rasanya dihakimi? Maka jangan menghakimi.

Kamu tahu rasanya dituduh tanpa bukti, maka jangan menuduh.

Kamu tahu rasanya dilabeli, maka jangan melabeli.

Kamu tahu rasanya dihina, maka jangan menghina.

Kamu tahu rasanya difitnah, maka jangan memfitnah.

Kamu gak perlu menjelaskan apa-apa ke mereka yang gak peduli sama kamu. Cukup rawat dan jaga diri kamu sendiri.

Jangan pernah bergantung sama siapa pun, ya, sayang.

Percaya, kamu cuma butuh perlindungan Allah untuk bisa sampai di akhir bagianmu.

Walaupun berkali-kali jatuh, tapi atas bantuan-Nya, kamu selalu berhasil bangun lagi ‘kan?

Jadi, kalau ada detik yang berat dan penuh nanah–walaupun pasti gak mudah–suka gak suka, mau gak mau, memang gak ada pilihan, selain lanjut jalan.

Sekarang, kamu cuma perlu tanam rasa percaya, bahwa saat kamu dipilih untuk ada di titik ini, ya, itu berarti karena kamu kuat.

Jalan terus, anak hebat! 💚

Posted in #PenariJemari, A-Z

Pa…

Terima kasih, karena telah bersedia menjadi teman debat yang super sabar; walau kadang mengeras.

Terima kasih, karena membebaskan aku untuk bersikap sesuai prinsip. Tak memaksa, meski aku tahu, harapmu, kita sepaham.

Terima kasih, karena sudah begitu percaya kepada putri bungsumu; saat sekitar menghakimi dengan begitu kejamnya.

Terima kasih, karena tak pernah kehabisan maaf untukku yang–kata mereka–luar biasa tiada guna.

Kau menua, aku pun tak lagi belia. Alhamdulillah, kita masih berjalan bersama.

Maaf untuk segala luka, sengaja ataupun tidak. Tiap tangis yang kau cipta, telah kumaafkan; sebelum kau pinta.

Mungkin sulit. Tak tahu juga sampai kapan ‘kan begini. Namun, aku masih tak berkenan membuka diri untuk mereka yang gemar menyakiti.

Maka terima kasih, karena tak memaksaku untuk melakukan segala yang tak aku mau.

Meski tak sempurna, dalam hidupku, Papa adalah pria yang paling layak dicinta.

Meski kadang kalah dengan emosi, tatap penuh cinta Papa untuk Mama, tak pernah berubah.

Sehat lagi, yuk, Pa?

Banyak hal yang masih coba Put, raih. Banyak juga yang masih mau Put, beri.

Walaupun Mama, melanjutkan jalan dengan demensianya, meskipun Papa, tak lagi dapat melihat sempurna, Put mau kalian ada saat Put sampai di titik terbaik.

Maka akarku, kumohon kuat selalu.

Posted in #PenariJemari, A-Z

Gegap Gempita

Dunianya kamu, duniamu dia
Utaranya kamu, utaramu dia
Analisis sebelum kalian patah

Piawai gempita meramu bahagia
Upaya gegap pun sama adanya
Lelah bahkan seolah tiada di antara
Ulas mengulas kurangnya apa
Hati satu dan dua saling bicara

Damai seketika berubah mencekam
Elang mengincar kelinci, kemudian menikam
Luap meluap amarah beruang
Ada yang kalah, ada yang menang
Pindah seketika pisah berpisah
Air mata gegap belum juga reda
Namun, tidak demikian dengan gempita

Posted in #PenariJemari, Puisi

Tinggal Tanggal

Entah sejak kapan
aku lihai mengingat tanggal
baik yang berisi bunga
ataupun air mata

Seperti malam ini
aku menulis karena terdadak rintik
jatuh dari langit
menyerap dan melilit

Hampir tak bernapas
telat sedikit tewas
sebelah bisa waswas
meski ada pula yang sanggup tertawa buas

“Ke mana?”

“Entah…”

Tiba-tiba pagi datang
membentak ingatan

“Mau sampai kapan?”

Malam ingin membela empunya
tapi kuasa sedang tak bersamanya

Pagi pun petentengan
tak acuh ia mengatakan

“Kapan mau sadar? Tanggal pasti tertinggal!”

Empunya malam mengiakan
beberapa memang tinggal tanggal
kenangan sekarat terpenggal

Apa kuat lanjut sebagai pejuang tunggal?

Posted in #PenariJemari, Puisi

Tertanam

Dua ribu hari lebih yang penuh dengan pesan
Uraian menjadi ulasan
Awan cerah pun hujan

Pilu tak pernah menang
Udara tenang menyelamatkan petang
Lebat rindang buahnya matang
Usang berusaha menghambat kuncup mekar riang
Hingga mengubah cara menanam karena tak ingin membuang

Tertanam, tumbuh, layu, hampir mati, dan selamat
Ukiran akar bersaing ketat
Janji pupuk satu berhasil membuat lebat
Upaya belum selesai karena usia belum tamat
Hanya Pemilik yang tahu seberapa baik doa-doa tersemat

Posted in #PenariJemari

Hasai

Hentakan demi hentakan. Meski sering belajar, jantung tetap gagal menahan. Sesak tak dapat mencerna; apa pun alasan.

Adun di luar, taring di dalam. Tawa palsu tak mampu buat luka tenggelam. Pemenangnya belum berganti; masih kelam.

Sirah. Entah ‘kan tamat, atau justru memantapkan akar untuk menjadi sejarah. Kepalanya sudah telanjur pasrah.

Acang-acang yang berupaya menyelamatkan, mati di tengah jalan. Bagaimanapun, korban harus berjuang melepaskan diri dari berbagai bualan.

Ingar memalukan. Inggung menghancurkan. Mereka masih menutup mata dari [setidaknya] dua pilihan; berdamai dan memaafkan, atau lanjut hingga maut memisahkan.

Posted in #PenariJemari

Cerita Masing-Masing

Kalian pernah ada di titik, ‘Sahabat gue, ya, sahabat gue’? Kalau dia dekat sama yang lain, rasanya gak ikhlas, gitu.

Gue pernah, tapi itu dulu banget. Bahasa halusnya, ‘waktu zaman batu masih empuk’.

Seiring berkurangnya waktu, gak gitu lagi. Siapa pun yang gue kenal baik, berhak punya kerabat lain. Berapa pun, di mana pun.

Begitu juga dengan gue. Ada dua sosok terbaik yang alhamdulillah, paham, kapan gue cuma butuh didengar, dan kapan gue perlu masukan.

Tapi tempat cerita mereka berdua pun bukan cuma gue [ada yang gue kenal cukup baik, tapi lebih banyak yang sekadar tahu nama].

Syukurnya, sampai hari ini, hubungan kita terawat. Upaya saling jujur yang bikin kita semakin kenal satu sama lain.

Terlepas dari dua manusia itu, Allah, masih mengizinkan hamba-Nya ini, merawat hubungan baik dengan jiwa-jiwa lain.

Sekarang, gue pengin cerita tentang tujuh pribadi yang gue kenal sejak 2008 lalu, dan mulai akrab di 2009.

Syalita Enda Lubage

Alhamdulillah, gue merasa kita masih peduli satu sama lain–sampai detik ini. Meskipun pernah saling salah paham, kita ‘selamat’.

Bahagia mereka jadi salah satu rasa yang paling mudah menular buat gue.

Di sisi lain, gue juga masih ingat banget, gimana luka masing-masing kita, di masa putih abu; khususnya.

Li-Ta-En-Da-Ge, sudah punya keluarga kecil yang insya Allah, saling cinta karena Allah. Sya-Lu-Ba? Doain aja, yaa.

Bunda Nay dan Kinan, jadi bukti paling akurat, kalau mereka yang nikah muda gak selamanya ‘mentah’.

Ambu Akram, walaupun pas muda jago ngambek, sekarang ‘aman’ bareng laki-laki dan pria kesayangannya.

Manda Kae, semangat banget belajar buat perempuan kecilnya, dan ‘berbagi’ apa pun yang menurut dia perlu dibagi.

Oge, kalau ngobrol sama dia, gue gak pernah santai, tapi justru di situ nilai plus-nya.

Tata, si ‘entar juga dikasih’ yang dari dulu [menurut gue] memang super duper ‘nerima’.

Dia sama Oge, lagi sama-sama menjalani hari-hari paling aduhai.

Sementara Uci, fokus menyelesaikan targetnya, supaya bisa lanjut ke rencana berikutnya.

Gue sama Li-Ta-En-Da-Lu-Ge, insya Allah, masih tinggal di pulau yang sama.

Terus satu lagi siapa?

Babank.

Dia ke mana?

‘Pamit’.

Sebenarnya paham, kalau langkah barunya, bakal bikin dia ‘jauh’ dari kita.

Cuma pas beberapa hari lalu anak ini benar-benar ‘pamit’, entah kenapa masih ada kaget-kagetnya.

Satu sisi sedih, karena dia harus merantau [jujur khawatir dengan kondisi bumi saat ini], tapi di sisi lain, bersyukur.

Perumpamaan paling sederhana:

“Buat sampai di puncak gunung, kita mesti kuat menanjak.”

Jadi, ujung-ujungnya, ya, cuma bisa saling mendoakan.

Insya Allah, di mana pun kita berpijak, senantiasa Allah jaga.

Semoga kita semua kuat, sehat, dan bahagia menjalani skenario-Nya.

Satu hal yang pasti. Sekalipun tanpa, “Apa kabar?”, insya Allah, doa gue gak lepas buat kalian.

Baik-baik di mana pun berada, ya, Muslimah tangguh. ❤️

Posted in #PenariJemari

Janabijana

Hai, nampak jelas kau sedang tidak baik-baik saja. Kenapa? Aku lihat begitu banyak luka. Air mukamu penuh duka. Apa karena Sutradara, murka?

Teguran hingga sentilan memang begitu terasa. Jujur, rasa takut itu ada, tapi kau perlu tahu jika amarah pun terus berupaya menguasai kepala.

Bayangkan saja, di saat ribuan jiwa memutar cara demi memenuhi kebutuhan makan keluarga, beberapa manusia justru mengentit miliaran rupiah. Caranya pun begitu menjijikkan.

Mereka menebar senyuman, sembari menyimpan kedua lengan di belakang badan.

Sekarang, perhatikan jemarinya, sedang menghitung berapa besar ‘bagian’ yang siap pindah ke saku setan.

Janabijana, nampak jelas kau sedang tidak baik-baik saja.

Namun, aku tahu harapan kita sama; kumpulan yang benar terus berjuang sampai menang, hingga kezaliman terbujur kaku di atas kekalahan.

Sabar. Doa jangan sampai longgar. Ikhlas harus masuk barisan. Percaya, tawakal ‘kan menyempurnakan jalan usaha yang sudah maksimal.

Posted in #PenariJemari

Derana

“Diam. Jangan bersuara jika kau ada di seberang,” begitu kata mereka. Meski sekadar A, B, C, pun Z, akan tetap salah, serta tak masuk akal. Duduk dan menurut, atau segalamu akan penerkam simpan di dalam perut.

Epilog kejam seketika terbayang. Sangat jelas. Difitnah, ditangkap, ditembak. Bukan tidak mungkin diculik. Selamanya hilang kabar. Tak pernah kembali. Tidak tahu-menahu. “Kami bukan pelaku.”

Raba-rubu merapikan segala. Menyimpan bukti-bukti yang sekiranya dapat menyiksa mereka di dunia, sampai lupa jika Tuhan Maha Melihat. Membodohi diri dengan merasa berhasil sembunyi.

Ada satu, dua, enam, puluhan, atau bahkan ratusan–dan seterusnya–korban berjatuhan. “Kami melakukan apa yang seharusnya dilakukan,” kalimat pembelaan sejak puluhan tahun silam.

Ningnong. Meski akhir cerita hampir terbaca, dunia telanjur percaya kalian tahan dan tabah. Kuat walau tak mudah. Berjuang bersama sekalipun mafia mencoba memecah.

‘Amang’ tak akan menang. Kalaupun lolos di dunia, banyak kepala ‘kan siap sedia menjadi saksi di fase hidup berikutnya. Silakan menikmati cara kotor yang dianggap bersih. Semoga ingat sebelum mati, jika jarum jam tak akan pernah bisa berputar ke arah kiri.

Posted in #PenariJemari

Jangan Menyerah Bunga

Cantik, tapi tak sempurna; banyak kurangnya.

Demikian gambaran dari mata yang hanya melirik, pun mulut yang sibuk berbisik.

Daripada menyoroti 10 yang saling, bagi mereka, dua posisi kosong jauh lebih menarik.

Tak sempurna, ada kurangnya, tapi tetap cantik.

Demikian gambaran dari mata yang menatap dengan baik, pun mulut yang tak gemar menghardik.

Mereka paham ada celah. Namun, fokusnya justru mengarah pada upaya.

Maka Bunga, kau berhak mendengar penilaian keduanya.

Tapi jangan menyerah layu kemudian mati, hanya karena suara-suara pendengki.