Posted in #PenariJemari

Cerita Masing-Masing

Kalian pernah ada di titik, ‘Sahabat gue, ya, sahabat gue’? Kalau dia dekat sama yang lain, rasanya gak ikhlas, gitu.

Gue pernah, tapi itu dulu banget. Bahasa halusnya, ‘waktu zaman batu masih empuk’.

Seiring berkurangnya waktu, gak gitu lagi. Siapa pun yang gue kenal baik, berhak punya kerabat lain. Berapa pun, di mana pun.

Begitu juga dengan gue. Ada dua sosok terbaik yang alhamdulillah, paham, kapan gue cuma butuh didengar, dan kapan gue perlu masukan.

Tapi tempat cerita mereka berdua pun bukan cuma gue [ada yang gue kenal cukup baik, tapi lebih banyak yang sekadar tahu nama].

Syukurnya, sampai hari ini, hubungan kita terawat. Upaya saling jujur yang bikin kita semakin kenal satu sama lain.

Terlepas dari dua manusia itu, Allah, masih mengizinkan hamba-Nya ini, merawat hubungan baik dengan jiwa-jiwa lain.

Sekarang, gue pengin cerita tentang tujuh pribadi yang gue kenal sejak 2008 lalu, dan mulai akrab di 2009.

Syalita Enda Lubage

Alhamdulillah, gue merasa kita masih peduli satu sama lain–sampai detik ini. Meskipun pernah saling salah paham, kita ‘selamat’.

Bahagia mereka jadi salah satu rasa yang paling mudah menular buat gue.

Di sisi lain, gue juga masih ingat banget, gimana luka masing-masing kita, di masa putih abu; khususnya.

Li-Ta-En-Da-Ge, sudah punya keluarga kecil yang insya Allah, saling cinta karena Allah. Sya-Lu-Ba? Doain aja, yaa.

Bunda Nay dan Kinan, jadi bukti paling akurat, kalau mereka yang nikah muda gak selamanya ‘mentah’.

Ambu Akram, walaupun pas muda jago ngambek, sekarang ‘aman’ bareng laki-laki dan pria kesayangannya.

Manda Kae, semangat banget belajar buat perempuan kecilnya, dan ‘berbagi’ apa pun yang menurut dia perlu dibagi.

Oge, kalau ngobrol sama dia, gue gak pernah santai, tapi justru di situ nilai plus-nya.

Tata, si ‘entar juga dikasih’ yang dari dulu [menurut gue] memang super duper ‘nerima’.

Dia sama Oge, lagi sama-sama menjalani hari-hari paling aduhai.

Sementara Uci, fokus menyelesaikan targetnya, supaya bisa lanjut ke rencana berikutnya.

Gue sama Li-Ta-En-Da-Lu-Ge, insya Allah, masih tinggal di pulau yang sama.

Terus satu lagi siapa?

Babank.

Dia ke mana?

‘Pamit’.

Sebenarnya paham, kalau langkah barunya, bakal bikin dia ‘jauh’ dari kita.

Cuma pas beberapa hari lalu anak ini benar-benar ‘pamit’, entah kenapa masih ada kaget-kagetnya.

Satu sisi sedih, karena dia harus merantau [jujur khawatir dengan kondisi bumi saat ini], tapi di sisi lain, bersyukur.

Perumpamaan paling sederhana:

“Buat sampai di puncak gunung, kita mesti kuat menanjak.”

Jadi, ujung-ujungnya, ya, cuma bisa saling mendoakan.

Insya Allah, di mana pun kita berpijak, senantiasa Allah jaga.

Semoga kita semua kuat, sehat, dan bahagia menjalani skenario-Nya.

Satu hal yang pasti. Sekalipun tanpa, “Apa kabar?”, insya Allah, doa gue gak lepas buat kalian.

Baik-baik di mana pun berada, ya, Muslimah tangguh. ❤️

Posted in #PenariJemari

Janabijana

Hai, nampak jelas kau sedang tidak baik-baik saja. Kenapa? Aku lihat begitu banyak luka. Air mukamu penuh duka. Apa karena Sutradara, murka?

Teguran hingga sentilan memang begitu terasa. Jujur, rasa takut itu ada, tapi kau perlu tahu jika amarah pun terus berupaya menguasai kepala.

Bayangkan saja, di saat ribuan jiwa memutar cara demi memenuhi kebutuhan makan keluarga, beberapa manusia justru mengentit miliaran rupiah. Caranya pun begitu menjijikkan.

Mereka menebar senyuman, sembari menyimpan kedua lengan di belakang badan.

Sekarang, perhatikan jemarinya, sedang menghitung berapa besar ‘bagian’ yang siap pindah ke saku setan.

Janabijana, nampak jelas kau sedang tidak baik-baik saja.

Namun, aku tahu harapan kita sama; kumpulan yang benar terus berjuang sampai menang, hingga kezaliman terbujur kaku di atas kekalahan.

Sabar. Doa jangan sampai longgar. Ikhlas harus masuk barisan. Percaya, tawakal ‘kan menyempurnakan jalan usaha yang sudah maksimal.